Mengapa
Anda mau percaya pada Allah? Apakah karena Anda mau mendapatkan manfaat dan
berkat dari Allah dan bukannya mau menjadi sahabat karibNya? Jika demikian,
Allah bagi Anda tidak ada bedanya dengan ilah yang lain.
SERI PENDALAMAN
ALKITAB YAKOBUS (34) – Ketekunan Ayub
Oleh Pendeta Jeremiah
Hari ini kita akan melihat pada Yakobus
5.11 bersama-sama, mengenai ketekunan Ayub. Sebelum kita mulai, mari kita
kembali ke ayat 9 dan membuat sedikit komentar tambahan. Ayat 9 memperingatkan
kita untuk jangan bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kita tidak
dihakimi nantinya. Kata ‘bersungut-sungut’ pada intinya bermakna bahwa terdapat
keluhan ketidak-puasan atau kekecawaan di dalam hati terhadap sesama.Contohnya,
saat seorang saudara menyinggung perasaan Anda lewat kata-kata, Anda akan
mempunyai banyak pemikiran yang tidak baik di dalam hati Anda dan Anda akan
mulai bersungut-sungut dan tidak puas terhadapnya. Saat kita mempunyai
pemikiran demikian di dalam kita, hal itu akan secara langsung mempengaruhi
hubungan kita dengan saudara itu. Hubungan Anda dengan dia tidak lagi
seharmonis sebelumnya. Anda bahkan akan berusaha untuk menghindarinya dan jika
ada kesempatan, Anda mungkin akan membalasnya dengan kata-kata sebagaimana yang
telah dia lakukan terhadap Anda.
Jika ketidakpuasan di dalam hati kita
terhadap saudara itu tidak langsung ditangani, hal itu akan dengan cepat
terungkap di dalam tindakan kita. Banyak fitnah, perselisihan, iri hati bermula
dengan kebiasaan bersungut-sungut di dalam hati. Yakabus memperingatkan kita di
sini bahwa jika kita tidak menangani keluhan-keluhan kita terhadap sesama, kita
akan berhadapan dengan penghakiman Allah. Di ayat 9, dia bahkan berkata bahwa
penghakiman Allah sudah ada di pintu, yang bermakna masalah bersungut-sungut
terhadap sesama di dalam gereja sudah mencapai tingkat yang sangat serius. Jika
gereja tidak dengan cepat bertobat, penghakiman Allah akan jatuh pada gereja.
Inilah justru alasannya mengapa Yakobus di Yak. 5.16 menghimbau saudara-saudara
seiman untuk saling mengakui dan berdoa untuk sesama, supaya kita tidak jatuh
di bawah penghakiman Allah.
Saya tidak
tahu apakah Anda menjadi sangat kaget dan terkejut setelah membaca beberapa
ayat tadi. Mengapa Allah menghakimi kita atas hal yang begitu sepele seperti
bersungut-sungut terhadap sesama? Jika kita saling memfitnah, menyebabkan
perselisihan dan perkelahian di dalam gereja, apa yang akan menjadi akibatnya?
Saya mau meningkatkan pemahaman kita tentang kekudusan lewat ayat-ayat ini.
Gereja masa kini mempunyai tingkat kekudusan yang sangat rendah, sedemikian
rendah, bahkan orang yang berselingkuh, memfitnah dan berkelahi bisa keluar
masuk gereja secara bebas dan terbuka.
Hari ini
sangat berleluasa pemahaman yang menekankan bahwa orang Kristen tetap bisa diselamatkan
sekalipun dia tidak bertobat dari dosanya. Ada orang yang berpendapat bahwa
penghakiman Allah yang disebutkan oleh Yakobus merujuk kepada kehilangan upah
surgawi dan bukannya kehilangan keselamatan kita. Pemahaman yang sedemikian
bukanlah dari Alkitab. Mari kita membaca, Yak. 5.19-20. Kata-kata Yakobus ini
ditujukan keapda saudara-saudara seiman – Jika
seorang saudara berbuat dosa, menyimpang dari kebenaran, kita harus berusaha
dengan segala cara dan upaya untuk membuatnya kembali. Jika dia tidak kembali
dan bertobat, dia akan berakhir di dalam maut. Yakobus begitu peduli tentang
masalah dosa justru karena dia tahu bahwa upah dosa adalah maut dan dosa akan
mengakibatkan manusia binasa. Hanya lewat pertobatan, kita dapat memelihara
diri kita di dalam anugerah Allah.
Mari kita melihat di 1 Ko. 11.17.
Paulus berbicara kepada gereja Korintus di sini bahwa pertemuan-pertemuan
mereka tidak mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, mendatangkan keburukan. Mengapa
saya tiba-tiba mengutip ayat ini? Karena saya mau kita semua mencatat bahwa
tidak semua pertemuan diberkati oleh Tuhan. Jika ada iri hati, perselisihan,
perselingkuhan, keserakahan dan fitnah di dalam gereja, apakah menurut Anda
Allah akan bersama kita? Bukan hanya Allah tidak akan bersama kita, pertemuan
kita bahkan akan membangkitkan amarah Allah karena kita telah menghujat
nama-Nya di antara orang-orang tidak percaya. Kesalahan apa yang telah
dilakukan oleh gereja di Korintus, yang menyebatkan Paulus menegur mereka
dengan keras dengan berkata bahwa pertemuan mereka mendatangkan keburukan? Mari
kita membaca ayat 18. Kita dapat melihat di sini bahwa terdapat masalah
perpecahan. Berarti, terdapat rasa tidak enak hati di antara orang percaya, di
mana setiap orang hanya bergaul dengan orang yang sependapat dengannya. Mereka
tidak akan berhubungan dengan orang yang berbeda pendapat dengan mereka.
Kita juga dapat melihat apa penilaian
Paulus terhadap kekudusan di dalam gereja. Hal perpecahan sangat lazim di dalam
gereja masa kini dan kita tidak memandangnya sebagai dosa. Bagaimanapun, semua
para rasul memandang hal ini sebagai persoalan yang sangat berat, karena mereka
tahu bahwa jika terdapat tindakan yang tidak kudus dan ketidak-kudusan ini
tidak langsung ditangani dengan pertobatan, Allah tidak akan senang dengan
pertemuan mereka. Pertemuan-pertemuan mereka bahkan akan mengumpan penghakiman
Allah. Itulah pelajaran yang mau diajarkan oleh Roh Kudus di Kisah Para Rasul
5. Jika Anda terus membaca di 1 Ko.11.27-32, Anda akan memahami mengapa Paulus
tiba-tiba berbicara mengenai penghakiman Allah. Penghakiman di sini juga
melibatkan makna displin. Saat kita hidup di dalam ketidak-kudusan, Allah akan
mendisplin kita. Lewat sakit penyakit dan sedikit kelemahan, Dia memberitahu
kita tentang dosa-dosa kita supaya kita bisa bertobat sebelum terlambat, supaya
kita tidak binasa.
Kata-kata Paulus sebenarnya sama dengan
yang dikatakan oleh Yakobus. Mari kita baca Yak. 5.14-15 bersama-sama. Rasul
Yakobus tiba-tiba berbicara mengenai hubungan di antatra sakit penyakit dengan
dosa. Di ayat 15, dia secara khusus berbicara mengenai pengakuan dosa dan
pertobatan. Saya harap Anda semua bisa melihat itu, apakah Yakobus atau Paulus,
mereka sangat sadar akan standard Allah bagi kekudusan gereja. Kiranya
kata-kata Yakobus juga mengingatkan kita supaya kita dapat menjadi sadar dan
peka akan kekudusan Allah. Karena kita adalah anak-anak Allah, kita harus
mengejar kehidupan yang kudus. Apakah dalam hal pemikiran, ucapan atau
perbuatan, kita harus meniru kekudusan Bapa surgawi kita. Setelah mendengarkan
kata-kata Yakobus, kita juga harus meneliti hati kita dan melihat apakah
terdapat ketidak-puasan atau keluhan di dalam hati kita terhadap sesama. Jika
ada, kita harus langsung bertobat. Hanya dengan cara itu kita dapat menjadi
orang yang diberkati.
Hari ini,
kita akan membaca Yak.5.11 bersama-sama yakni mengenai ketekunan Ayub. Di sini,
kita dapat melihat bahwa Yakobus dengan khusus menyebut Ayub sebagai teladan
bagi kita untuk mempelajari ketekunan. Di dalam dua studi yang terakhir tentang
kitab Yakobus, kita telah berbicara mengenai pentinganya ketekunan. Kita telah
berbicara mengenai bagaimana di akhir zaman, kita harus bertahan dan tidak
mengizinkan kedurjanaan menguasai hati kita, terutamanya oleh godaan duniawi
dan kekayaan. Di pesan yang lalu, kita berbicara mengenai ketekunan para nabi.
Allah menginginkan setiap orang Kristen untuk dapat menjadi nabi-Nya untuk
memberitakan pesan pertobatan di dalam nama Yesus di hari-hari terakhir ini.
Memberitakan kebenaran di dalam nama Yesus, kita akan diperhadapkan dengan banyak
penolakan dan penderitaan. Bagaimanapun, kita harus selalu bertahan sama
seperti para nabi, melakukan tugas-tugas yang telah Allah percayakan pada kita
dengan setia.
Mengapa
rasul Yakobus tiba-tiba mau kita meniru ketekunan Ayub di ayat 11? Apa yang
harus ditekuni oleh Ayub? Saya perhatikan bahwa di ayat 11, Yakobus menggunakan
kata Yunani yang lain untuk mengambarkan ketekunan. Kata yang dipakai mirip
dengan yang dipakai di ayat 7-8. Kata itu juga muncul sebelumnya di Yak.1.3, 4
dan 12. Kata-kata ini semuanya berbicara mengenai godaan berkaitan dengan
kelangsungan iman. Pokok ini membuat kita dapat melihat bahwa ketekunan yang
dibutuhkan oleh Ayub adalah dalam hal pencobaan terhadap iman. Di dalam
kesimpulan suratnya, Yakobus sekali lagi kembali kepada topik pencobaan iman.
Dia telah sekali lagi memperingatkan bahwa saat berhadapan dengan pencobaan
iman, kita harus ingat bagaimana Ayub bertahan dan bertekun di dalam
pencobaan-pencobaan kita sampai dia dapat pada akhirnya menerima berkat-berkat
dari Allah.
Seperti yang Petrus katakan di 1 Pet.
4.12, “Saudara-saudara yang terkasih, janganlah kamu heran akan nyala api
siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang aneh
terjadi atas kamu”. Pencobaan iman yang sedemikian adalah hal-hal yang tidak
kita pahami, tapi ia tiba-tiba menimpa kita seperti yang terjadi kepada Ayub.
Kejadian-kejadian demikian tidak dapat kita pahami dan jelaskan. Saya pernah
mengenal seorang saudara yang berimigrasi dari Shanghai ke Amerika. Dia
tidak mendapatkan pekerjaan bahkan
setelah pindah ke Amerika dan hidupnya menjadi sangat tidak terurus. Setelah
itu dia menjadi Kristen, dan tidak lama setelah itu, istrinya berselingkuh dan
lari mengikut seorang pria Amerika. Dia ditinggalkan bersama anaknya yang
berusia tiga tahun. Saat ia sedang terpuruk, anaknya ditabrak seorang
pengendara mobil yang juga seorang Kristen di parkiran gereja dan anak itu
akhirnya mati setelah diantar ke rumah sakit. Anda dapat membayangkan betapa
sedihnya saudara ini. Dia berkonsultasi ke pendeta-pendeta di berbagai gereja,
menanyakan mengapa hal yang demikian terjadi pada anak yang begitu dikasihinya.
Namun, tidak seorangpun yang dapat memberinya jawaban. Saya sendiri tidak dapat
memberinya jawaban. Pengalamannya membuat saya memikirkan tentang pengalaman
Ayub. Itu adalah pencobaan iman. Hanya Allah yang tahu tujuannya. Namun, ada
satu hal yang sangat penting. Rasul Yakobus memberitahu kita bahwa ketekunan
Ayub membawa dia untuk pada akhirnya menyadari bahwa Allah itu penuh belas
kasihan dan kasih karunia.
Pencobaan seperti apa yang dialami oleh
Ayub? Mari kita membaca Ayub 1.6-12. Di sini, kita membaca Iblis berbicara
keapda Allah bahwa imannya Ayub dibangun di atas kekayaan yang telah Allah
berikan kepadanya. Jika Allah mengambil semua warisannya, Ayub tidak akan lagi
percaya pada Alah. Karena itu, Allah mengizinkan Ayub untuk menghadapi ujiannya
yang pertama dari Iblis yaitu mengambil semua warisannya, anak-anaknya dan
kekayaannya dalam sekelip mata. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah karena
semua itu. Di akhir pasal 1, Kitab Suci memberitahu kita bahwa Ayub memuliakan
Allah untuk semua yang dialaminya itu, jadi hal itu membuktikan bahwa iman Ayub
terhadap Allah tidak didasarkan pada hal-hal materi.
Mari kita membaca Ayub 2.1-6. Di sini
kita melihat bahwa Iblis berkata kepada Allah bahwa Ayub mengasihi hidupnya
sendiri lebih dari kesetiaannya kepada Allah. Karena itu, Allah mengizinkan
Iblis untuk menimpakan penderitaan ke atas tubuh jasmani Ayub di mana sekujur
tubuhnya dipenuhi oleh borok. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah karena
penderitaan-penderitaannya itu.
Pencobaan-pencobaan ke atas iman Ayub
berlangsung untuk suatu periode waktu. Namun, Ayub pada akhirnya mengalahkan
semuanya dan memelihara imannya terhadap Allah. Di dalam ujian iman ini,
pelajaran apa yang mau Allah ajarkan pada Ayub? Mari kita membaca dari Ayub
42.1-6. Ayub menyatakan sesuatu yang sangat aneh di sana dan ia mengungkapkan
pertobatannya terhadap Allah. Ayub bertobat dari hal apa? Di dalam mata kita,
dia sangat benar dan orangnya hampir tanpa bercela. Ayub bertobat di hadapan
Allah dalam hal apa? Setelah membaca buku Ayub, beberapa orang merasakan bahwa
Allahlah yang telah menganiaya Ayub dan Allah kelewatan dalam menangani Ayub dalam
cara itu. Seharusnya Allahlah yang meminta maaf kepada Ayub, tetapi mengapa
Ayub yang harus bertobat?
Mari kita lihat di Ayub 42.5. Ayub
berkata bahwa dia mendengar tentang Allah di waktu lampau, tapi sekarang ia
benar-benar melihat Allah. Apa yang dimaksudkan olehnya? Itu berarti pengenalan
Ayub akan Allah telah mengalami suatu terobosan sebagai akibat dari ujian iman
ini. Pengenalannya akan Allah telah bergerak dari “mendengar” kepada “melihat”
dan imannya pada Allah telah menuju tingkat yang lebih tinggi. Justru kaena
hubungannya dengan Allah telah diperdalam, ia mempunyai pemahaman yang lebih
mendalam akan dosa-dosanya yang membuatnya mengungkapkan pertobatannya terhadap
Allah.
Apa dampak yang muncul dari ujian iman?
Dampaknya adalah ia membuat hubungan kita dengan Allah semakin mendalam.
Setelah mengalami pencobaan-pencobaan, Ayub menjadi sahabat Allah seperti
Abraham. Ingat bagaimana Yak. 2.23 berbicara mengenai iman Abraham, ayat itu
memberitahu kita bahwa Abraham adalah sahabatnya Allah. Allah mau setiap dari
kita menjadi sahabatnya namun karena ketidak-kudusan kita, hubungan kita dengan
Allah hanya dapat berhenti di tahap yang sangat dangkal. Itulah yang membuat
kita tidak dapat melihat dosa-dosa dan ketidak-kudusan kita, Dia mengizinkan kita
mengalami pencobaan iman yang dapat diibaratkan sebagai melewati api, proses
yang membuat kita lebih bersih, lebih murni dan yang menuntun kita pada
hubungan yang lebih mendalam dengan Allah, supaya kita dapat menjadi sahabat
Allah.
Yang terakhir, saya mau menanyakan
suatu pertanyaan: mengapa Anda mau percaya pada Allah? Apakah karena Anda mau
mendapatkan manfaat dan berkat dari Allah dan bukannya mau menjadi sahabat
karibNya? Jika demikian, Allah bagi Anda tidak ada bedanya dengan ilah yang
lain. Jika kita tidak melihat bahwa Allah menyelamatkan kita dengan alasan
untuk menjadikan sahabatNya, sama sekali tidak ada artinya menjadi seorang
Kristen. Jika hati Anda terfokus pada mencari Allah, mengasihiNya dengan
segenap hati dan pikiran dan menjadi sahabatNya, maka Anda berada di jalur iman
yang benar. Bagaimanapun, Anda harus mempersiapkan hati dan pikiran untuk
pencobaan-pencobaan iman. Saat Anda menghadapi pencobaan-pencobaan, janganlah
melupakan teladan Ayub. Rasul Yakobus memberitahu kita orang yang demikian akan
diberkati.