Menurut hasil UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates 2012, diperkirakan 165 juta anak usia dibawah lima tahun diseluruh dunia mengalami stuntedmengalami penurunan dibandingkan dengan sebanyak 253 juta tahun 1990. Tingkat prevalensi stunting tinggi di kalangan anak di bawah usia lima tahun terdapat di Afrika (36%) dan Asia (27%), dan sering belum diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat.
Sementara diperkirakan terdapat 101 juta anak dibawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami masalah berat badan kurang, menurun dibandingkan dengan perkiraan sebanyak 159 juta pada tahun 1990. Meskipun prevalensi stunting and berat badan kurang pada anak usia dibawah lima tahun mengalami penurunan sejak tahun 1990, rata-rata kemajuan kurang berarti dengan jutaan anak masih termasuk dalam katagori beresiko.
Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini adalah beban ganda masalah gizi. Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruksebanyak 31%, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalensi gizi lebih pada Balita sebesar 14,0 %, meningkat dari keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 12,2 %. Masalah gizi lebih yang paling mengkhawatirkan terjadi pada perempuan dewasa yang mencapai26,9% dan laki-laki dewasa sebesar 16,3%.
Menurut Sihad, dkk (2001), anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat penanganan yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian pada awal usia 6 9 tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata IQ yang lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gangguan gizi.
Berdasarkan estimasi diatas, serta melihat realitas di Indonesia terkait permasalahan gizi pada anak-anak ini, maka usaha deteksi dini penting dan mendesak untuk dilakukan. Kita mengenal alat ukur yang digunakan untuk keperluan ini antara lain dengan pengukuran status gizi melalui kegiatan Posyandu dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sebagai alat ukur dan deteksi dini untuk memantau tingkat perkembangan keadaan gizi pada Balita, secara umum kita mengenalnya dengan kegiatan pemantauan status gizi. Dari pemantauan dan engukuran ini, kemudian didapatkan status gizi balita masuk kategori gizi lebih, gizi kurang, stunting, atau bahkan gizi buruk.
Secara klasik istilah gizi hanya dikaitkan dengan kesehatan, penyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Namun pada dasarnya pengertian gizi secara lebih luas akan terkait dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja.
Almatsier (2004) mengatakan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sementara menurut Jahari (2004) status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis.
Indikator status gizi
Menurut Gibson (1990) , untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yan mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Menurut Gibson (1990) , untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yan mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Indikator berat badan sering digunakan untuk menentukan status gizi karena caranya mudah, sehingga dapat dikerjakan oleh orang tua atau anak, tidak harus oleh tenaga kesehatan. Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan pertumbuhan anak. Alat yang digunakan tidak selalu mudah karena harus memenuhi syarat, kokoh, kuat murah mudah dibawa.
Sedangkan Depkes RI (2002) mengatakan bahwa dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini menurut umur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini.
Selain BB/U ada indikator status gizi yang juga sering digunakan, yaitu indikator berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB (wasting status) adalah merupakan indikator yang terbaik digunakan untuk menggambarkan status gizi saat kini jika umur yang akurat sulit diperoleh dan lebih sensitif serta spesifik sebagai indikator defisit massa tubuh yang dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam periode waktu yang cukup lama sebagai akibat kekurangan makan atau terserang penyakit infeksi.
Pemantauan status gizi
Terdapat metode pemantauan status gizi, diantaranya dmenggunakan antropometri. Menurut Jahari (2004), antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Sementara Soekirman (2000), mengatakan bahwa interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan bisa lebih tajam.
Terdapat metode pemantauan status gizi, diantaranya dmenggunakan antropometri. Menurut Jahari (2004), antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Sementara Soekirman (2000), mengatakan bahwa interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan bisa lebih tajam.
Beberapa indikator status gizi sebagai hasil kesimpulan dari penilaian status gizi tersebut dikategorian sebagai berikut :
- Jika BB/U dan TB/U rendah sedangkan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan anak proporsional dengan tinggi badan.
- BB/U normal ; TB/U rendah; BB/TB lebih ; kesimpulannya anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan (Overweight) karena berat badan lebih dari proporsional terhadap tinggi badan
- BB/U , TB/U dan BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik
- BB/U, TB/U dan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu
- BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah ; kesimpulannya anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap Tinggi badannya karena tubuh anak jangkung
Untuk pemantauan status gizi standar penentuan yang digunakan adalah baku antropometri menurut standar World Health Organization-National Center for Health Statistics. Klasifikasi indeks untuk penentuan status gizi yang digunakan adalah seperti pada Tabel berikut:
Klasifikasi Status Gizi menurut WHO-NCHS
INDEK
| STATUS GIZI |
KETERANGAN
|
Berat Badan Menurut Umur (BB/U) | Gizi LebihGizi BaikGizi Kurang Gizi Buruk | ≥ 2 SD-2 sampai + 2 SD < 2 sampai 3 SD < -3 SD |
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) | NormalPendek (Stunted) | -2 sampai + 2 SD< -2 SD |
Berat Badan Menurut Tinggi Badan(BB/TB) | GemukNormalKurus (Wasted) Sangat kurus | ≥ 2 SD
-2 sampai +2 SD
<-2 sampai 3 SD
< -3 SD
|
Refference, antara lain :
- WHO. 2012. UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates.
- Almatsier,S. 2004. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Depkes RI. 2002. Pemantauan pertumbuhan balita. Jakarta : Direktorat Jenderal bina kesehatan masyarakat .
- Jahari, A.B (2004) Review data berat badan dan tinggi badan penduduk Indonesia.
- Sihadi, dkk. 2001. Probabilitas perbaikan status gizi anak balita gizi buruk pengunjung klinik gizi puslitbang gizi Bogor sebelum dan pada saat krisis ekonomi. Buletin penelitian gizi dan makanan.
- Soekirman .2000. Ilmu gizi dan aplikasinya. Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar