PENDAHULUAN
Secara global terdapat 200 kasus
gangguan ginjal per sejuta penduduk. 8 juta di antara jumlah populasi
yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap gagal ginjal kronis.
Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat hubungan antara mengalami
gagal ginjal dengan timbulnya gangguan psikiatri pada pasien (Cohen et
al., 2004). Kondisi ini bisa terjadi pada kasus gagal ginjal akut maupun
yang kronis.
Penyakit apapun yang berlangsung
dalam kehidupan manusia dipersepsikan sebagai suatu penderitaan dan
mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial orang yang mengalaminya. Akan
tetapi petugas kesehatan sering kali cenderung memisahkan aspek
biologis dari aspek psikososial yang dialami pasien (Leung, 2002).
Aspek psikososial menjadi penting
diperhatikan karena perjalanan penyakit yang kronis dan sering membuat
pasien tidak ada harapan. Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi
dan timbul perasaan marah dalam dirinya. (Harvey S, 2007). Penelitian
oleh para profesional di bidang penyakit ginjal menemukan bahwa
lingkungan psikososial tempat pasien gagal ginjal tinggal mempengaruhi
perjalanan penyakit dan kondisi fisik pasien (Leung, 2002).
Kondisi yang telah disebutkan di
atas yang membuat salah satu tugas perawat dialisis sebelum melakukan
prosedur hemodialisis kepada pasien disarankan untuk menilai status
kesehatan jiwa pasien yang akan dihemodialisis (Hudson et al, 2005).
JENIS GANGGUAN JIWA
Depresi
Depresi adalah kondisi gangguan
kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal.
Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada
laki-laki dan 1,8%-23% pada wanita, namun pada pasien hemodialisis
prevalensinya sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 47%. Hubungan depresi
dan mortalitas yang tinggi juga terdapat pasien-pasien yang menjalani
hemodialisis jangka panjang (Chen et al. 2010). Kondisi afeksi yang
negatif pada pasien gagal ginjal juga seringkali bertumpang tindih
gejalanya dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal yang mengalami uremia
seperti iritabilitas, gangguan kognitif, encefalopati, akibat
pengobatan atau akibat hemodialisis yang kurang maksimal (Cukor et
al.2007)
Pendekatan psikodinamik pada
gangguan depresi adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan hilangnya
sesuatu di dalam diri manusia tersebut. Hal ini disebut sebagai faktor
eksogen sebagai penyebab depresinya. Kondisi gagal ginjal yang biasanya
dibarengi dengan hemodialisis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman.
Kenyataan bahwa pasien gagal ginjal terutama gagal ginjal kronis yang
tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak
psikologis yang tidak sedikit. Faktor kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah
hal-hal yang sangat dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis. Hal ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi
yang nyata pada pasien gagal ginjal sampai dengan tindakan bunuh diri.
Kepustakaan mencatat bahwa tindakan
bunuh diri pada pasien gagal ginjal kronis yang mengalami hemodialisis
di Amerika Serikat bisa mencapai 500 kali lebih banyak daripada populasi
umum. Selain tindakan nyata dalam melakukan tindakan bunuh diri,
sebenarnya penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadwal dan
ketidakpatuhan terhadap diet rendah potasium adalah salah satu hal yang
bisa dianggap sebagai upaya “halus” untuk bunuh diri.
Sindrom Disequilibrium
Kondisi sindrom disequilibrium
cukup sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini
biasanya terjadi selama atau segera setelah proses hemodialisis. Kondisi
ini disebabkan oleh koreksi berlebihan dari keadaan azotemia yang
membuat ketidakseimbangan osmotik dan perubahan pH darah yang cepat.
Kondisi ketidakseimbangan ini yang membuat adanya edema serebral yang
menyebabkan timbulnya gejala-gejala klinik seperti sakit kepala, mual,
keram otot, iritabilitas, agitasi, perasaan mengantuk dan kadang kejang.
Gejala psikosis juga bisa terjadi. Sindrom disequilibrium biasa terjadi
setelah 3 s.d. 4 jam setelah hemodialisis namun bisa juga terjadi 8-48
jam setelah prosedur itu dilakukan.
Demensia Dialisis
Demensia Dialisis juga dikenal
dengan sebutan ensefalopati dialisis adalah sindroma yang fatal dan
progresif. Pada prakteknya hal ini jarang terjadi dan biasanya terjadi
pada pasien yang sudah menjalani dialisis paling sedikit satu tahun.
Kondisi ini diawali dengan gangguan bicara, seperti gagap yang kemudian
berlanjut menjadi disartria, disfasia dan akhirnya tidak bisa bicara
sama sekali. Semakin lama kondisi ini semakin berat sampai berkembang
menjadi mioklonus fokal maupun menyeluruh, kejang fokal atau umum,
perubahan kepribadian, waham dan halusinasi.
Demensia dialisis disebabkan karena
keracunan alumunium yang berasal dari cairan dialisis dan garam
alumunium yang digunakan untuk mengatur level fosfat serum.
Pencegahannya dengan menggunakan bahan dialisis yang tidak mengandung
alumunium. Pada awalnya kondisi ini dapat kembali baik namun jika
dibiarkan dapat menjadi progresif sampai dengan periode 1-15 bulan ke
depan setelah gejala awal. Kematian biasanya terjadi dalam rentang 6-12
bulan setelah permulaan gejala.
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Emosi
Perasaan takut adalah ungkapan
emosi pasien gagal ginjal yang paling sering diungkapkan. Pasien sering
merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang
berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya.
Ketakutan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus
tergantung seumur hidup dengan alat cuci ginjal. Perasaan ini tidak bisa
dielakan dan seringkali afeksi emosional ini ditujukan kepada
sekeliling seperti pasangan, karyawan dan staf di rumah sakit. Kondisi
ini perlu dikenali oleh semua orang yang terlibat dengan pasien.
Harga Diri
Pasien dengan gagal ginjal sering
kali merasa kehilangan kontrol akan dirinya. Mereka memerlukan waktu
yang panjang untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan apa yang
dialaminya. Perubahan peran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Sebagai contoh seorang pencari nafkah di keluarga harus berhenti bekerja
karena sakitnya. Perasaan menjadi beban keluarga akan menjadi masalah
buat individu ini.
Selain itu juga pasien sering kali
merasa dirinya “berubah”. Adanya kateter yang menempel misalnya pada
pasien dengan dialisis peritoneal, lesi di kulit, nafas berbau ureum dan
perut yang membuncit membuat percaya diri dan citra diri pasien
terpengaruuh.
Gaya Hidup
Gaya hidup pasien akan berubah.
Perubahan diet dan pembatasan air akan membuat pasien berupaya untuk
melakukan perubahan pola makannya. Keharusan untuk kontrol atau
melakukan dialisis di rumah sakit juga akan membuat keseharian pasien
berubah. Terkadang karena adanya komplikasi pasien harus berhenti
bekerja dan diam di rumah. Hal-hal ini yang perlu mendapatkan dorongan
untuk pasien agar lebih mudah beradaptasi.
Fungsi Seksual
Fungsi seksual pada pasien yang
mengalami gagal ginjal akan sering terpengaruh. Hal ini bisa disebabkan
karena faktor organik ( perubahan hormonal atau karena insufisiensi
vaskuler pada kasus gagal ginjal dengan diabetes), psikososial
(perubahan harga diri,citra diri dan perasaan tidak menarik lagi) atau
masalah fisik (distensi perut, perasaan tidak nyaman dan keluhan-keluhan
fisik akibat uremmia). Masalah pengobatan yang mengganggu fungsi
seksual juga bisa menjadi masalah.
INTERVENSI PSIKOSOSIAL
Intervensi psikososial harus
dilakukan sedini mungkin sejak diagnosis gagal ginjal ditetapkan. Hal
ini juga membutuhkan usaha yang terus menerus untuk membuatnya tetap
berjalan.
Implikasi Keperawatan
Gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Bantuan keperawatan dalam
bidang psikososial harus berusaha memfasilitasi penyesuaian perubahan
akibat sakit yang dialami. Perawat juga perlu memperbaiki interaksi
sosial dan gaya hidup dengan mencegah kondisi sakit yang lebih jauh,
mengontrol gejala dan menjadikan hemodialisis menjadi bagian dari
kehidupan normal sehari-hari. Pengetahuan pasien yang baik tentang
penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan pasien. Hal ini yang
membuat sangat penting bagi perawat untuk mempunyai keahlian dalam
menyediakan informasi yang jelas demi membantu pasien untuk menentukan
tujuan dari perawatan dan membantu pemecahan masalah untuk kemampuan
fungsional fisik yang lebih baik.
Penilaian Kondisi
Penilaian kondisi pasien akan
menentukan kebutuhan pasien, mengidentifikasi masalah dan
masalah-masalah yang menjadi potensial untuk timbul serta mengumpulkan
informasi untuk rencana pengobatan sehingga bantuan yang sesuai bisa
diberikan. Penilaian ini berfokus pada efek sakit terhadap pasien.
Beberapa informasi berguna termasuk gaya hidup, pola kehidupan
sehari-hari, kekuatan kepribadian dan minat, cara adaptasi sehari-hari,
pengertian akan penyakit saat ini, persepsi terhadap pengobatan yang
diberikan, tekanan hidup atau perubahan belakangan ini dan beberapa
masalah yang terkait dengan penyakit. Dengan mendengarkan pasien dan
keluarga dalam diskusi, perawata bisa mengidentifikasi masalah-masalah
psikososial yang terkait denga penyakit dan kebutuhan akan bantuan. Di
waktu yang sama informasi tentang pengobatan yang dilakukan dan
bagaimana kondisi harapan dari sakit yang diderita bisa dijelaskan.
Membesarkan Hati
Peran dari tenaga kesehatan adalah
membesarkan hati dan jika mungkin membuat pasien mampu menerima tanggung
jawab akan kesehatan dan kebahagiaan serta mampu mengisi tanggung jawab
mereka di keluarga dan masyarakat. Pada kondisi ini perawat dapat
membesarkan hari pasien untuk menerima keterbatasan pribadi akibat
kondisi sakit dan pengobatannya. Kondisi-kondisi seperti ini yang bisa
memberikan persesi positif dan pengertian di antara pasien dan petugas
kesehatan.
Peningkatan Kualitas Hidup
Pasien dengan karakter dependen
atau tergantung mungkin beradaptasi dengan terapi lebih mudah, namun
ketergantungan yang berlebihan dapat menciptakan permintaan yang esktrim
kepada pengasuh dan dapat menghambat rehabilitasi. Beberapa pasien
mungkin mendapatkan “secondary gain” dari penyakit yang
diderita dan beberapa yang lainnya menikmati peran menjadi pasien.
Perawat dapat memfasilitasi adaptasi pasien terhadap hal-hal yang
dibutuhkan sehubungan dengan perawatan dengan memaksimalkan kekuatan
pasien dan mendorong pasien lebih baik lagi. Terapi yang lebih bersifat
individu dan meminimalkan kompleksitasnya dapat membantu perilaku yang
lebih menurut. Penilaian, edukasi, motivasi, pemberian dukungan,
membesarkan hati, mengajarkan cara membantu diri sendiri dan memonitor
diri sendiri akan membuat pada akhirnya peningkatan kepatuhan pasien dan
pasien mampu hidup dengan kondisi kronis yang dialaminya.
Jika dalam program rehabilitasi
terdapat kelompok-kelompok suportif seperti latihan fisik bersama,
program edukasi bersama atau kegiatan bersama lainnya maka hal ini akan
membuat pasien lebih nyaman. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan
kebersamaan dengan orang yang senasib dan adanya penghargaan sosial
serta apresiasi dari rekan senasib. Kegiatan ini bisa membuat isolasi
pasien terhadap lingkungan berkurang. Pada akhirnya kegiatan-kegiatan
ini sangat berkontribusi dengan peningkatan kepatuhan pasien dalam
proses terapi.
PERAN KELUARGA
Anggota keluarga memerankan hal
yang penting dalam kesejahteraan pasien. Mereka tidak boleh
dikesampingkan dalam proses penanganan pasien. Perubahan pola kehidupan
keluarga mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pasien dan
keluarga harus dibantu untuk menceritakan perasaan mereka dalam suatu
hubuungan saling percaya agar dapat menyesuaikan dengan proses adaptasi
dari sakit pasien. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa perasaan
bersalah, kesedihan dan kehilangan yang sangat dan sering terjadi pada
pasangan pasien.
Edukasi dan informasi yang adekuat
bagi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami dan perjalanan
penyakit akan sangat penting dan harus dimulai sejak sebelum memutuskan
untuk melakukan dialisis.
PERAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan yang berkecimpung
dalam bidang ini, dokter spesialis, dokter jaga, perawat dan staf
lainnya bisa mempengaruhi dan dipengaruhi secara negatif maupun positif
jika berhubungan dengan pasien gagal ginjal. Adanya harapan hidup dengan
program rehabilitasi akan membuat sikap positif dari para petugas
kesehatan yang terlibat. Hal ini berhubungan dengan keteraturan berobat,
latihan dan perawatan diri. Namun demikian sering terjadi petugas
kesehatan menjadi sangat tidak nyaman karena perilaku yang sulit dari
pasien, penurunan kondisi pasien pada pasien yang hubungan rapport telah
terbina baik dan kegagalan terapi.
Terjadinya kecemasan berkaitan
dengan tuntutan kerja dan distres spiritual akibat kesulitan menemukan
arti atau tujuan dari kehidudapan pribadi dan profesional seringkali
dikatakan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang terlibat dalam
tim bisa diberikan kesempatan untuk menilai penyebab stres, membangun
ide-ide, membagikannya dengan sejawat dan menciptakan kesempatan untuk
saling menghormati dan memberikan dorongan kepada anggota yang lain.
Cara lain untuk mengganti perhatian dari stres ke hal lain adalah
mencari hal-hal yang lucu dalam pengalaman kerja, belajar dari pasien
untuk menerima keterbatasan dan untuk mengambil waktu yang sesuai lepas
dari pekerjaan untuk bermain dan beristirahat.
KESIMPULAN
Perawat yang bekerja di unit gagal
ginjal sering dihadapkan pada pasien yang mengalami problem psikososial
dan perilaku. Membangun kemampuan untuk mengenali dan beradaptasi dengan
masalah-masalah itu adalah sesuatu yang diperlukan. Sering kali
intervensi psikosial tidak bekerja karena keterbatasan dari segi
perawat. Untuk itu perawat diharapkan dapat belajar cara-cara mengatasi
masalah psikosial yang terjadi di unitnya masing-masing baik yang
dialami pasien, keluarga maupun petugas di dalam unit itu sendiri.
KEPUSTAKAAN
- Burrows-Hudson, S., Prowant, B. American Nephrology Nurses Association Nephrology Nursing Standards of Practice and Guidelines for Care. (2005). Pp.71-72
- Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and Suicide Risk in Hemodialysis Patients With Chronic Renal Failure. Psychosomatics 2010; 51:528–528.e6
- Cukor D, Coplan J, Brown C, Friedman S, Cromwell-Smith A, Peterson RA, Kimmel PL. In Depression and Anxiety in Urban Hemodialysis Patients. Clin J Am Soc Nephrol 2007; 2: 484-490
- Leung DKC. Psychosocial aspect in renal patients. Proceedings of the First Asian Chapter Meeting — ISPD. December 13 – 15, 2002, Hong Kong Peritoneal Dialysis International, Vol. 23 (2003), Supplement 2
- Levenson JL, Owen JA. Renal and Urological Disorder in Clinical Manual of Psychopharmacology in the Medically Ill.
- Harvey S. Mental health issues in dialysis care. Presentation 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar