Halaman

Sabtu, 30 Juni 2012

KETEKUNAN AYUB


Mengapa Anda mau percaya pada Allah? Apakah karena Anda mau mendapatkan manfaat dan berkat dari Allah dan bukannya mau menjadi sahabat karibNya? Jika demikian, Allah bagi Anda tidak ada bedanya dengan ilah yang lain.

SERI PENDALAMAN ALKITAB YAKOBUS (34) – Ketekunan Ayub
Oleh Pendeta Jeremiah

Hari ini kita akan melihat pada Yakobus 5.11 bersama-sama, mengenai ketekunan Ayub. Sebelum kita mulai, mari kita kembali ke ayat 9 dan membuat sedikit komentar tambahan. Ayat 9 memperingatkan kita untuk jangan bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kita tidak dihakimi nantinya. Kata ‘bersungut-sungut’ pada intinya bermakna bahwa terdapat keluhan ketidak-puasan atau kekecawaan di dalam hati terhadap sesama.Contohnya, saat seorang saudara menyinggung perasaan Anda lewat kata-kata, Anda akan mempunyai banyak pemikiran yang tidak baik di dalam hati Anda dan Anda akan mulai bersungut-sungut dan tidak puas terhadapnya. Saat kita mempunyai pemikiran demikian di dalam kita, hal itu akan secara langsung mempengaruhi hubungan kita dengan saudara itu. Hubungan Anda dengan dia tidak lagi seharmonis sebelumnya. Anda bahkan akan berusaha untuk menghindarinya dan jika ada kesempatan, Anda mungkin akan membalasnya dengan kata-kata sebagaimana yang telah dia lakukan terhadap Anda.

Jika ketidakpuasan di dalam hati kita terhadap saudara itu tidak langsung ditangani, hal itu akan dengan cepat terungkap di dalam tindakan kita. Banyak fitnah, perselisihan, iri hati bermula dengan kebiasaan bersungut-sungut di dalam hati. Yakabus memperingatkan kita di sini bahwa jika kita tidak menangani keluhan-keluhan kita terhadap sesama, kita akan berhadapan dengan penghakiman Allah. Di ayat 9, dia bahkan berkata bahwa penghakiman Allah sudah ada di pintu, yang bermakna masalah bersungut-sungut terhadap sesama di dalam gereja sudah mencapai tingkat yang sangat serius. Jika gereja tidak dengan cepat bertobat, penghakiman Allah akan jatuh pada gereja. Inilah justru alasannya mengapa Yakobus di Yak. 5.16 menghimbau saudara-saudara seiman untuk saling mengakui dan berdoa untuk sesama, supaya kita tidak jatuh di bawah penghakiman Allah.


Saya tidak tahu apakah Anda menjadi sangat kaget dan terkejut setelah membaca beberapa ayat tadi. Mengapa Allah menghakimi kita atas hal yang begitu sepele seperti bersungut-sungut terhadap sesama? Jika kita saling memfitnah, menyebabkan perselisihan dan perkelahian di dalam gereja, apa yang akan menjadi akibatnya? Saya mau meningkatkan pemahaman kita tentang kekudusan lewat ayat-ayat ini. Gereja masa kini mempunyai tingkat kekudusan yang sangat rendah, sedemikian rendah, bahkan orang yang berselingkuh, memfitnah dan berkelahi bisa keluar masuk gereja secara bebas dan terbuka. 

Hari ini sangat berleluasa pemahaman yang menekankan bahwa orang Kristen tetap bisa diselamatkan sekalipun dia tidak bertobat dari dosanya. Ada orang yang berpendapat bahwa penghakiman Allah yang disebutkan oleh Yakobus merujuk kepada kehilangan upah surgawi dan bukannya kehilangan keselamatan kita. Pemahaman yang sedemikian bukanlah dari Alkitab. Mari kita membaca, Yak. 5.19-20. Kata-kata Yakobus ini ditujukan keapda saudara-saudara seiman Jika seorang saudara berbuat dosa, menyimpang dari kebenaran, kita harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk membuatnya kembali. Jika dia tidak kembali dan bertobat, dia akan berakhir di dalam maut. Yakobus begitu peduli tentang masalah dosa justru karena dia tahu bahwa upah dosa adalah maut dan dosa akan mengakibatkan manusia binasa. Hanya lewat pertobatan, kita dapat memelihara diri kita di dalam anugerah Allah.

Mari kita melihat di 1 Ko. 11.17. Paulus berbicara kepada gereja Korintus di sini bahwa pertemuan-pertemuan mereka tidak mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, mendatangkan keburukan. Mengapa saya tiba-tiba mengutip ayat ini? Karena saya mau kita semua mencatat bahwa tidak semua pertemuan diberkati oleh Tuhan. Jika ada iri hati, perselisihan, perselingkuhan, keserakahan dan fitnah di dalam gereja, apakah menurut Anda Allah akan bersama kita? Bukan hanya Allah tidak akan bersama kita, pertemuan kita bahkan akan membangkitkan amarah Allah karena kita telah menghujat nama-Nya di antara orang-orang tidak percaya. Kesalahan apa yang telah dilakukan oleh gereja di Korintus, yang menyebatkan Paulus menegur mereka dengan keras dengan berkata bahwa pertemuan mereka mendatangkan keburukan? Mari kita membaca ayat 18. Kita dapat melihat di sini bahwa terdapat masalah perpecahan. Berarti, terdapat rasa tidak enak hati di antara orang percaya, di mana setiap orang hanya bergaul dengan orang yang sependapat dengannya. Mereka tidak akan berhubungan dengan orang yang berbeda pendapat dengan mereka.

Kita juga dapat melihat apa penilaian Paulus terhadap kekudusan di dalam gereja. Hal perpecahan sangat lazim di dalam gereja masa kini dan kita tidak memandangnya sebagai dosa. Bagaimanapun, semua para rasul memandang hal ini sebagai persoalan yang sangat berat, karena mereka tahu bahwa jika terdapat tindakan yang tidak kudus dan ketidak-kudusan ini tidak langsung ditangani dengan pertobatan, Allah tidak akan senang dengan pertemuan mereka. Pertemuan-pertemuan mereka bahkan akan mengumpan penghakiman Allah. Itulah pelajaran yang mau diajarkan oleh Roh Kudus di Kisah Para Rasul 5. Jika Anda terus membaca di 1 Ko.11.27-32, Anda akan memahami mengapa Paulus tiba-tiba berbicara mengenai penghakiman Allah. Penghakiman di sini juga melibatkan makna displin. Saat kita hidup di dalam ketidak-kudusan, Allah akan mendisplin kita. Lewat sakit penyakit dan sedikit kelemahan, Dia memberitahu kita tentang dosa-dosa kita supaya kita bisa bertobat sebelum terlambat, supaya kita tidak binasa.

Kata-kata Paulus sebenarnya sama dengan yang dikatakan oleh Yakobus. Mari kita baca Yak. 5.14-15 bersama-sama. Rasul Yakobus tiba-tiba berbicara mengenai hubungan di antatra sakit penyakit dengan dosa. Di ayat 15, dia secara khusus berbicara mengenai pengakuan dosa dan pertobatan. Saya harap Anda semua bisa melihat itu, apakah Yakobus atau Paulus, mereka sangat sadar akan standard Allah bagi kekudusan gereja. Kiranya kata-kata Yakobus juga mengingatkan kita supaya kita dapat menjadi sadar dan peka akan kekudusan Allah. Karena kita adalah anak-anak Allah, kita harus mengejar kehidupan yang kudus. Apakah dalam hal pemikiran, ucapan atau perbuatan, kita harus meniru kekudusan Bapa surgawi kita. Setelah mendengarkan kata-kata Yakobus, kita juga harus meneliti hati kita dan melihat apakah terdapat ketidak-puasan atau keluhan di dalam hati kita terhadap sesama. Jika ada, kita harus langsung bertobat. Hanya dengan cara itu kita dapat menjadi orang yang diberkati.


Hari ini, kita akan membaca Yak.5.11 bersama-sama yakni mengenai ketekunan Ayub. Di sini, kita dapat melihat bahwa Yakobus dengan khusus menyebut Ayub sebagai teladan bagi kita untuk mempelajari ketekunan. Di dalam dua studi yang terakhir tentang kitab Yakobus, kita telah berbicara mengenai pentinganya ketekunan. Kita telah berbicara mengenai bagaimana di akhir zaman, kita harus bertahan dan tidak mengizinkan kedurjanaan menguasai hati kita, terutamanya oleh godaan duniawi dan kekayaan. Di pesan yang lalu, kita berbicara mengenai ketekunan para nabi. Allah menginginkan setiap orang Kristen untuk dapat menjadi nabi-Nya untuk memberitakan pesan pertobatan di dalam nama Yesus di hari-hari terakhir ini. Memberitakan kebenaran di dalam nama Yesus,  kita akan diperhadapkan dengan banyak penolakan dan penderitaan. Bagaimanapun, kita harus selalu bertahan sama seperti para nabi, melakukan tugas-tugas yang telah Allah percayakan pada kita dengan setia.

Mengapa rasul Yakobus tiba-tiba mau kita meniru ketekunan Ayub di ayat 11? Apa yang harus ditekuni oleh Ayub? Saya perhatikan bahwa di ayat 11, Yakobus menggunakan kata Yunani yang lain untuk mengambarkan ketekunan. Kata yang dipakai mirip dengan yang dipakai di ayat 7-8. Kata itu juga muncul sebelumnya di Yak.1.3, 4 dan 12. Kata-kata ini semuanya berbicara mengenai godaan berkaitan dengan kelangsungan iman. Pokok ini membuat kita dapat melihat bahwa ketekunan yang dibutuhkan oleh Ayub adalah dalam hal pencobaan terhadap iman. Di dalam kesimpulan suratnya, Yakobus sekali lagi kembali kepada topik pencobaan iman. Dia telah sekali lagi memperingatkan bahwa saat berhadapan dengan pencobaan iman, kita harus ingat bagaimana Ayub bertahan dan bertekun di dalam pencobaan-pencobaan kita sampai dia dapat pada akhirnya menerima berkat-berkat dari Allah.

Seperti yang Petrus katakan di 1 Pet. 4.12, “Saudara-saudara yang terkasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang aneh terjadi atas kamu”. Pencobaan iman yang sedemikian adalah hal-hal yang tidak kita pahami, tapi ia tiba-tiba menimpa kita seperti yang terjadi kepada Ayub. Kejadian-kejadian demikian tidak dapat kita pahami dan jelaskan. Saya pernah mengenal seorang saudara yang berimigrasi dari Shanghai ke Amerika. Dia tidak  mendapatkan pekerjaan bahkan setelah pindah ke Amerika dan hidupnya menjadi sangat tidak terurus. Setelah itu dia menjadi Kristen, dan tidak lama setelah itu, istrinya berselingkuh dan lari mengikut seorang pria Amerika. Dia ditinggalkan bersama anaknya yang berusia tiga tahun. Saat ia sedang terpuruk, anaknya ditabrak seorang pengendara mobil yang juga seorang Kristen di parkiran gereja dan anak itu akhirnya mati setelah diantar ke rumah sakit. Anda dapat membayangkan betapa sedihnya saudara ini. Dia berkonsultasi ke pendeta-pendeta di berbagai gereja, menanyakan mengapa hal yang demikian terjadi pada anak yang begitu dikasihinya. Namun, tidak seorangpun yang dapat memberinya jawaban. Saya sendiri tidak dapat memberinya jawaban. Pengalamannya membuat saya memikirkan tentang pengalaman Ayub. Itu adalah pencobaan iman. Hanya Allah yang tahu tujuannya. Namun, ada satu hal yang sangat penting. Rasul Yakobus memberitahu kita bahwa ketekunan Ayub membawa dia untuk pada akhirnya menyadari bahwa Allah itu penuh belas kasihan dan kasih karunia.

Pencobaan seperti apa yang dialami oleh Ayub? Mari kita membaca Ayub 1.6-12. Di sini, kita membaca Iblis berbicara keapda Allah bahwa imannya Ayub dibangun di atas kekayaan yang telah Allah berikan kepadanya. Jika Allah mengambil semua warisannya, Ayub tidak akan lagi percaya pada Alah. Karena itu, Allah mengizinkan Ayub untuk menghadapi ujiannya yang pertama dari Iblis yaitu mengambil semua warisannya, anak-anaknya dan kekayaannya dalam sekelip mata. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah karena semua itu. Di akhir pasal 1, Kitab Suci memberitahu kita bahwa Ayub memuliakan Allah untuk semua yang dialaminya itu, jadi hal itu membuktikan bahwa iman Ayub terhadap Allah tidak didasarkan pada hal-hal materi.

Mari kita membaca Ayub 2.1-6. Di sini kita melihat bahwa Iblis berkata kepada Allah bahwa Ayub mengasihi hidupnya sendiri lebih dari kesetiaannya kepada Allah. Karena itu, Allah mengizinkan Iblis untuk menimpakan penderitaan ke atas tubuh jasmani Ayub di mana sekujur tubuhnya dipenuhi oleh borok. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah karena penderitaan-penderitaannya itu.

Pencobaan-pencobaan ke atas iman Ayub berlangsung untuk suatu periode waktu. Namun, Ayub pada akhirnya mengalahkan semuanya dan memelihara imannya terhadap Allah. Di dalam ujian iman ini, pelajaran apa yang mau Allah ajarkan pada Ayub? Mari kita membaca dari Ayub 42.1-6. Ayub menyatakan sesuatu yang sangat aneh di sana dan ia mengungkapkan pertobatannya terhadap Allah. Ayub bertobat dari hal apa? Di dalam mata kita, dia sangat benar dan orangnya hampir tanpa bercela. Ayub bertobat di hadapan Allah dalam hal apa? Setelah membaca buku Ayub, beberapa orang merasakan bahwa Allahlah yang telah menganiaya Ayub dan Allah kelewatan dalam menangani Ayub dalam cara itu. Seharusnya Allahlah yang meminta maaf kepada Ayub, tetapi mengapa Ayub yang harus bertobat?

Mari kita lihat di Ayub 42.5. Ayub berkata bahwa dia mendengar tentang Allah di waktu lampau, tapi sekarang ia benar-benar melihat Allah. Apa yang dimaksudkan olehnya? Itu berarti pengenalan Ayub akan Allah telah mengalami suatu terobosan sebagai akibat dari ujian iman ini. Pengenalannya akan Allah telah bergerak dari “mendengar” kepada “melihat” dan imannya pada Allah telah menuju tingkat yang lebih tinggi. Justru kaena hubungannya dengan Allah telah diperdalam, ia mempunyai pemahaman yang lebih mendalam akan dosa-dosanya yang membuatnya mengungkapkan pertobatannya terhadap Allah.

Apa dampak yang muncul dari ujian iman? Dampaknya adalah ia membuat hubungan kita dengan Allah semakin mendalam. Setelah mengalami pencobaan-pencobaan, Ayub menjadi sahabat Allah seperti Abraham. Ingat bagaimana Yak. 2.23 berbicara mengenai iman Abraham, ayat itu memberitahu kita bahwa Abraham adalah sahabatnya Allah. Allah mau setiap dari kita menjadi sahabatnya namun karena ketidak-kudusan kita, hubungan kita dengan Allah hanya dapat berhenti di tahap yang sangat dangkal. Itulah yang membuat kita tidak dapat melihat dosa-dosa dan ketidak-kudusan kita, Dia mengizinkan kita mengalami pencobaan iman yang dapat diibaratkan sebagai melewati api, proses yang membuat kita lebih bersih, lebih murni dan yang menuntun kita pada hubungan yang lebih mendalam dengan Allah, supaya kita dapat menjadi sahabat Allah.

Yang terakhir, saya mau menanyakan suatu pertanyaan: mengapa Anda mau percaya pada Allah? Apakah karena Anda mau mendapatkan manfaat dan berkat dari Allah dan bukannya mau menjadi sahabat karibNya? Jika demikian, Allah bagi Anda tidak ada bedanya dengan ilah yang lain. Jika kita tidak melihat bahwa Allah menyelamatkan kita dengan alasan untuk menjadikan sahabatNya, sama sekali tidak ada artinya menjadi seorang Kristen. Jika hati Anda terfokus pada mencari Allah, mengasihiNya dengan segenap hati dan pikiran dan menjadi sahabatNya, maka Anda berada di jalur iman yang benar. Bagaimanapun, Anda harus mempersiapkan hati dan pikiran untuk pencobaan-pencobaan iman. Saat Anda menghadapi pencobaan-pencobaan, janganlah melupakan teladan Ayub. Rasul Yakobus memberitahu kita orang yang demikian akan diberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar