Halaman

Rabu, 17 Desember 2014

Mengukur Status Gizi Menggunakan Metode Antropometri

Sebagaimana rekan-rekan public health community kenal, terdapat berbagai macam metode penentuan status gizi, salah satu diantaranya dengan metode antropometri. Antropometri berasal dari kata anthroposdan metros, dengan anthropos berarti tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi  antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi sebagaimana diungkapkan Jellife dapat disimpulkan bahwa antropomerti gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukurandimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Jika dibandingkan dengan metode lain, antropometri mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya prosedur sederhanadan aman, sehingga relatif tidak membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi, dapat dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih (dalam waktu singkat).Juga peralatan yang dibutuhkan murah, mudah dibawa, tahan lama, serta alat dapat dibuat sesuai lokasi setempat. Namun yang perlu diperhatikan, harus dilakukan validasi pada peralatan yang digunakan.
Metode antropometri selain tergolong akurat, juga dapat dibakukan. Juga dapatmenggambarkan riwayat gizi masa lalu. Metode ini secara umum dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, serta gizi burukMetode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu dan juga dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang rawan masalah gizi.
Kelemahan metode antropometri ada pada sensitivitasnya yang kurang, terutama karenafaktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasidansensitivitas pengukuran.Kesalahanyang terjadi saat pengukuran dapat memengaruhi presisi, akurasi, validitas pengukuran antropometri (Supariasa, 2001).
Pada metode antopometri kita kenal dengan Indeks Antropometri.Indeks antropometri adalahkombinasi antara beberapaparameter, yang merupakan dasar dari penilaian status gizi. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti berat badan dibagi tinggi badan (BB)/(TB), tinggi badan dibagi umur  (TB)/(U), tinggi badan dibagi berat badan (TB)/(BB). Kelebihan indeks TB/Bantara lain sensitivitas dan spesivisitasnya termasuk tinggi untuk menilai status gizi masa lampauTetapi juga ada kelemahannya antara  lain:  tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga perlu dua orang untuk melakukannya. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2001).
Indikator antropometri merupakan kombinasidari beberapa parameter untuk menentukan   status gizi seseorang. Misalnya kombinasi antara berat badan (BB) dan umur (U) membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara tinggi badan (TB) dan U membentuk indikator TB menurut U yang disimbolkan dengan TB/U dan kombinasi antara BB dan TB membentuk   indikator  BB menurut TB yang disimbolkan dengan BB/TB. Untuk menyatakan bahwa indikator tersebut normal,lebih rendah atau lebih  tinggidapat dibandingkan dengan baku rujukan misalnya baku rujukan WHO–NCHS(World Health  Organization–National Center for Health Statistics).Apabilahasil perbandingannya normal, maka digolongkan pada status gizi baik. Apabila kurang berarti berstatus gizi kurang dan apabila tinggi berarti tergolong status gizi lebih (Soekirman, 1999).
Untuk membandingkan indikator tersebut dengan baku rujukan WHO – NCHS dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.    DenganPersenMedian yaitu membandingkanantaraantara hasil pengukurandengan   median baku dikalikan 100%. Hasil perbandingan tersebut lalu disesuaikan dengan cut – off points yang meliputi :
  1. TB/U  : <   90%  dari median baku digolongkan sebagai stunted/ pendek.
  2. BB/TB : <   80%  dari median baku digolongkan sebagai wasted/ kurus.
  3. BB/U  : <   80%  dari  median baku digolongkan sebagai underweight.
2.    Dengan menghitung nilai skor simpang baku (standart deviation score = Z–Score)yaitu membandingkan dengan rata – rata atau median dan standar deviasi  dari suatu angka baku rujukan WHO – NCHS. Dikatakan status gizi  normal apabila angka atau nilainya terletak antara -2SD sampai +2SD dari median baku. Status gizi dikatakan kurang apabila nilainya  di bawah  -2SD, dan menjadi buruk apabila berada di bawah -3SD.Sebaliknya apabila nilai Z-Score berada  diatas +2SD disebut gizi lebih (gemuk) dan di atas  +3SD gemuk sekali (Gibson, 1990 )

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/07/nutritional-status-measure-by-anthropometry.html

Faktor Penyebab dan Dampak Stunted Terhadap Kesehatan

Menurut data yang dilansir WHO, 178 juta anak di bawah lima tahun mengalami stunted.Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan    terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
StuntingBeberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan.
Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara lain sebagai berikut :
  • Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit  jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak   mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak denganstatus gizi baik. Hal ini memberikan  konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam  kehidupannya dimasa yang akan datang.
  • Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan  tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan  rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
  • Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang  kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak  dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.
Faktor Penyebab Stunted
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidaklangsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001).
Penilaian Stunted secara Antropometri
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan    ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005).
Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengiidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri.
Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006)
Tabel Stunted WHO-NCHS
Refference, antara lain : Gibson, R. S. (2005) Principless of Nutrition Assesment. Oxford University Press; UNICEF (1998) The state of the world’s children; WHO (2006) child growth standards: Length/height-for-age, weight-for-age, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age: Methods and development. Department Nutrition for Health and Development.

Standar dan Kriteria Status Gizi dengan Anthropometry

Sebagaimana rekan-rekan public health community kenal, terdapat berbagai macam metode penentuan status gizi, salah satu diantaranya dengan metode antropometri. Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros, dengan anthropos berarti tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi  antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi sebagaimana diungkapkan Jellife dapat disimpulkan bahwa antropomerti gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Jika dibandingkan dengan metode lain, antropometri mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya prosedur sederhana dan aman, sehingga relatif tidak membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi, dapat dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih (dalam waktu singkat). Juga peralatan yang dibutuhkan murah, mudah dibawa, tahan lama, serta alat dapat dibuat sesuai lokasi setempat. Namun yang perlu diperhatikan, harus dilakukan validasi pada peralatan yang digunakan.Metode antropometri selain tergolong akurat, juga dapat dibakukan. Juga dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu. Metode ini secara umum dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, serta gizi buruk. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu dan juga dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang rawan masalah gizi.Kelemahan metode antropometri ada pada sensitivitasnya yang kurang, terutama karena faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat memengaruhi presisi, akurasi, validitas pengukuran antropometri (Supariasa, 2001).
Pada metode antopometri kita kenal dengan Indeks Antropometri. Indeks antropometri adalah kombinasi antara beberapa parameter, yang merupakan dasar dari penilaian status gizi. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti berat badan dibagi tinggi badan (BB)/(TB), tinggi badan dibagi umur  (TB)/(U), tinggi badan dibagi berat badan (TB)/(BB). Kelebihan indeks TB/BB antara lain sensitivitas dan spesivisitasnya termasuk tinggi untuk menilai status gizi masa lampau. Tetapi juga ada kelemahannya antara  lain:  tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga perlu dua orang untuk melakukannya. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2001).
Indikator antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter untuk menentukan status gizi seseorang. Misalnya kombinasi antara berat badan (BB) dan umur (U) membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara tinggi badan (TB) dan U membentuk indikator TB menurut U yang disimbolkan dengan TB/U dan kombinasi antara BB dan TB membentuk   indikator  BB menurut TB yang disimbolkan dengan BB/TB. Untuk menyatakan bahwa indikator tersebut normal, lebih rendah atau lebih  tinggi dapat dibandingkan dengan baku rujukan misalnya baku rujukan WHO–NCHS (World Health Organization–National Center for Health Statistics). Apabila hasil perbandingannya normal, maka digolongkan pada status gizi baik. Apabila kurang berarti berstatus gizi kurang dan apabila tinggi berarti tergolong status gizi lebih (Soekirman, 1999).
Untuk membandingkan indikator tersebut dengan baku rujukan WHO – NCHS dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
  1. Dengan Persen Median yaitu membandingkan antara antara hasil pengukuran dengan    median baku dikalikan 100%. Hasil perbandingan tersebut lalu disesuaikan dengan cut – off points yang meliputi TB/U  : <   90%  dari median baku digolongkan sebagaistunted/ pendek. BB/TB : <   80%  dari median baku digolongkan sebagai wasted/ kurus.BB/U  : <   80%  dari  median baku digolongkan sebagai underweight.
  2. Dengan menghitung nilai skor simpang baku (standart deviation score = Z–Score) yaitu membandingkan dengan rata – rata atau median dan standar deviasi  dari suatu angka baku rujukan WHO – NCHS. Dikatakan status gizi  normal apabila angka atau nilainya terletak antara -2SD sampai +2SD dari median baku. Status gizi dikatakan kurang apabila nilainya   di bawah  -2SD, dan menjadi buruk apabila berada di bawah -3SD. Sebaliknya apabila nilai Z-Score berada  diatas +2SD disebut gizi lebih (gemuk) dan di atas  +3SD gemuk sekali (Gibson, 1990 )

Pengertian dan Alat Ukur Pemantauan Status Gizi

Menurut hasil UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates 2012, diperkirakan 165 juta anak usia dibawah lima tahun diseluruh dunia mengalami stuntedmengalami penurunan dibandingkan dengan sebanyak 253 juta tahun 1990. Tingkat prevalensi stunting tinggi di kalangan anak di bawah usia lima tahun terdapat di Afrika (36%) dan Asia (27%), dan sering belum diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat.
Status Gizi WHO
Sementara diperkirakan terdapat 101 juta anak dibawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami masalah berat badan kurang, menurun dibandingkan dengan perkiraan sebanyak 159 juta pada tahun 1990.  Meskipun prevalensi stunting and berat badan kurang pada anak usia dibawah lima tahun mengalami penurunan sejak tahun 1990, rata-rata kemajuan kurang berarti dengan jutaan anak masih termasuk dalam katagori beresiko.
Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini adalah beban ganda masalah gizi. Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruksebanyak 31%, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalensi gizi lebih pada Balita sebesar 14,0 %, meningkat dari keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 12,2 %. Masalah gizi lebih yang paling mengkhawatirkan terjadi pada perempuan dewasa yang mencapai26,9% dan laki-laki dewasa sebesar 16,3%.
Menurut Sihad, dkk (2001), anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat penanganan yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian pada awal usia 6 9 tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata IQ yang lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gangguan gizi.
Berdasarkan estimasi diatas, serta melihat realitas di Indonesia terkait permasalahan gizi pada anak-anak ini, maka usaha deteksi dini penting dan mendesak untuk dilakukan. Kita mengenal alat ukur yang digunakan untuk keperluan ini antara lain dengan pengukuran status gizi melalui kegiatan Posyandu dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sebagai alat ukur dan deteksi dini untuk memantau tingkat perkembangan keadaan gizi pada Balita, secara umum kita mengenalnya dengan kegiatan pemantauan status gizi. Dari pemantauan dan engukuran ini, kemudian didapatkan status gizi balita masuk kategori gizi lebih, gizi kurang, stunting, atau bahkan gizi buruk.Children Overweight-Statistic
Secara klasik istilah  gizi hanya dikaitkan dengan kesehatan, penyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Namun pada dasarnya pengertian gizi secara lebih luas akan terkait dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja.
Almatsier (2004) mengatakan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sementara menurut Jahari (2004) status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis.
Indikator status gizi
Menurut Gibson (1990) , untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yan mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Indikator berat badan sering digunakan untuk menentukan status gizi karena caranya mudah, sehingga dapat dikerjakan oleh orang tua atau anak, tidak harus oleh tenaga kesehatan. Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan pertumbuhan anak. Alat yang digunakan tidak selalu mudah karena harus memenuhi syarat, kokoh, kuat murah mudah dibawa.
Sedangkan Depkes RI (2002) mengatakan bahwa dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini menurut umur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini.
Selain BB/U ada indikator status gizi yang juga sering digunakan, yaitu indikator berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB (wasting status) adalah merupakan indikator yang terbaik digunakan untuk menggambarkan status gizi saat kini jika umur yang akurat sulit diperoleh dan lebih sensitif serta spesifik sebagai indikator defisit massa tubuh yang dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam periode waktu yang cukup lama sebagai akibat kekurangan makan atau terserang penyakit infeksi.
Pemantauan status gizi
Terdapat metode pemantauan status gizi, diantaranya dmenggunakan antropometri. Menurut Jahari (2004), antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Sementara Soekirman (2000), mengatakan bahwa interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan bisa lebih tajam.
Beberapa indikator status gizi sebagai hasil kesimpulan dari penilaian status gizi tersebut dikategorian sebagai berikut :
  1. Jika BB/U dan TB/U rendah sedangkan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan anak proporsional dengan tinggi badan.
  2. BB/U normal ; TB/U rendah; BB/TB lebih ; kesimpulannya anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan (Overweight) karena berat badan lebih dari proporsional terhadap tinggi badan
  3. BB/U , TB/U dan BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik
  4. BB/U, TB/U dan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu
  5. BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah ; kesimpulannya anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap Tinggi badannya karena tubuh anak jangkung
Untuk pemantauan status gizi standar penentuan yang digunakan adalah baku antropometri menurut standar World Health Organization-National Center for Health Statistics. Klasifikasi indeks untuk penentuan status gizi yang digunakan adalah seperti pada Tabel berikut:
Klasifikasi Status Gizi menurut WHO-NCHS
INDEK
STATUS GIZI
KETERANGAN
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)Gizi LebihGizi BaikGizi Kurang Gizi Buruk≥ 2 SD-2 sampai + 2 SD < 2 sampai 3 SD < -3 SD
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)NormalPendek (Stunted)-2 sampai + 2 SD< -2 SD
Berat Badan Menurut Tinggi Badan(BB/TB)GemukNormalKurus (Wasted) Sangat kurus≥ 2 SD
-2 sampai +2 SD
<-2 sampai 3 SD
< -3 SD
Refference, antara lain :
  • WHO. 2012. UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates.
  • Almatsier,S. 2004. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Depkes RI. 2002. Pemantauan pertumbuhan balita. Jakarta : Direktorat Jenderal bina kesehatan masyarakat .
  • Jahari, A.B (2004) Review data berat badan dan tinggi badan penduduk Indonesia.
  • Sihadi, dkk. 2001. Probabilitas perbaikan status gizi anak balita gizi buruk pengunjung klinik gizi puslitbang gizi Bogor sebelum dan pada saat krisis ekonomi. Buletin  penelitian gizi dan makanan.
  • Soekirman .2000. Ilmu gizi dan aplikasinya. Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

MENGUKUR STATUS GIZI DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT)

Status gizi merupakan keadan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan
oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan pengunan (utilzation) zat gizi makanan. Status gizi seseorang
tersebut dapat diukur dan diases (dinilai). Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka
dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya tergolong normal ataukah tidak normal.

Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam dimensi-dimensi tubuh
merefleksikan keadan kesehatan dan kesejahteran seseorang atau penduduk tertentu. Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi, performan, kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan keadan sosial ekonomi atau kesejahreran penduduk. Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Alasan pengunan antropometri yang luas tersebut adalah :
a. Kehandalanya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah kesehatan dan sosial ekonomi.
b. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.
c. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat rauma bagi orang yang diukur).

Ukuran yang biasa digunakan adalah tingi badan (atau panjang badan), berat badan, lengkar lengan
atas, dan umur. Tingi dan berat badan paling sering digunakan dalam pengukuran karena dapat membantu
mengevaluasi pertumbuhan anak-anak dan menentukan status gizi orang dewasa. Indeks masa tubuh (IMT)
merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada seseorang.
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator antropometri yang
dipilh. Sebagai contoh, indeks masa tubuh (IMT) merupakan indikator kekurusan dan kegemukan.
Pengukuran IMT merupakan cara yang paling murah dan mudah dalam mendeteksi masalah kegemukan di
suatu wilayah. Masalah kegemukan sekarang ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnya
kesejahteran masyarakat dan peningkatan kemajuan teknologi yang memungkinkan aktivitas masyarakat
semakin rendah. Peningkatan masalah kegemukan ini sat erat kaitanya dengan berbagai penyakit kronis
degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, kanker, dl.

Bagaimana mengukur IMT?
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Pada anak-anak dan
remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi perubahan
komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan remaja digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.

IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tingi badan kuadrat. Cara pengukuranya adalah
pertama-tama ukur berat badan dan tingi badanya. Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu :

              Berat badan (kg)
IMT = -----------------------
              Tingi badan 2 (meter)

Dimana :berat badan dalam satuan kg, sedangkan tingi badan dalam satuan meter.Untuk menentukan status gizi anak balita (usia 0-60 bulan), nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan nilai IMT standar WHO 2005 (WHO, 2006); sedangkan pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada sat ini, yang paling sering dilakukan untuk menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-skor atau persentil.

 Z-skor : deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan simpangan baku populasi
referensi.
 Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NCHS), yang dijelaskan dengan nilai
seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase kelompok populasi.

Z-skor paling sering digunakan. Secara teorits, Z-skor dapat dihitung dengan cara berikut :

                Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------
                Standar Deviasi dari standar/referensi

Bagaimana klasifikasi status gizinya?. Klasifikasi dapat dilakukan menurut berbagai lembaga. Klasifikasi
WHO agak sedikit berbeda dengan klasifikasi menurut Kementerian Kesehatan RI. Klasifikasi status gizi pada IMT yang dihitung dengan mengunakan Z-skor menurut WHO dapat dilhat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut WHO
Nilai Z-skor                                  Klasifikasi
z-skor ≥ +2                                  Overweight (kelebihan berat badan atau gemuk)
-2 < z-skor < +2                           Normal
-3 < z-skor < -2                            Kurus
z-skor < -3                                    Sangat kurus

Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) dibedakan pada kelompok usia 0-60 bulan dengan kelompok usia
5-18 bulan. Klasifikasi IMT untuk usia 0-60 bulan disajikan pada Tabel 2, sedangkan klasifikasi IMT untuk
anak usia 5-18 tahun disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-60 bulan
Nilai Z-skor                                    Klasifikasi
z-skor ≥ +2                                    Gemuk
-2 < z-skor < +2                            Normal
-3 < z-skor < -2                             Kurus
z-skor < -3                                     Sangat kurus

Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun
Nilai Z-skor                                    Klasifikasi
z-skor ≥ +2                                    Obesitas
+1 < z-skor < +2                            Gemuk
-2 < z-skor < +1                             Normal
-3 < z-skor < -2                              Kurus
z-skor < -3                                      Sangat kurus

Sekarang untuk menghitung z-skor IMT/U tersebut bukan hal yang susah lagi. Kemajuan teknologi
mempermudah hal itu. Software-nya sudah tersedia di web WHO. Untuk usia 0-60 bulan bisa diunduh disini
htp:/www.who.int/childgrowth/software/en/ dan untuk usia 5-19 tahun bias diunduh disini htp:/www.who.int/growthref/tols/en/ Pada orang dewasa, pengukuran status gizi dilakukan dengan mengunakan indeks masa tubuh (IMT). Perhitungan IMT sama seperti diatas. Hasilnya dibandingkan dengan nilai tik batas IMT menurut WHO atau Departemen Kesehatan RI, yang nilai tik batasnya disajikan pada
Tabel 4 dan Tabel 5. Pada orang dewasa faktor umur tidak dipertimbangkan dalam menghitung IMT. Pada orang dewasa biasanya tingi badanya tidak relatif stabil, sehinga variasi yang terjadi hanya pada berat badanya.

Tabel 4. Klasifikasi IMT Dewasa menurut WHO
Klasifikasi                        Interpretasi
< 16,0                             Severe thines
16,0 – 16,9                     Moderate thines
17,0 – 18,49                   Mild thines
18,50 – 24,9                   Normal
25,0 – 29,9                     Grade 1 overweight
30,0 – 39,9                     Grade 2 overweight
≥ 40,0                             Grade 3 overweight

Tabel 5. Klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003)
Kategori IMT                      Klasifikasi
< 17,0                                 Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat)
17,0 – 18,4                         Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan)
18,5 – 25,0                         Normal
25,1 – 27,0                         Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan)
> 27,0                                Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)

Kelemahan pengunan IMT
Pengunan IMT mempunyai kelemahan. Kelemahan yang terjadi adalah dalam menentukan obesitas. Kita tahu bahwa obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. IMT hanya mengukur berat badan dan tingi badan. Kelebihan berat badan tidak selalu identik dengan kelebihan lemak. Berat badan terdiri dari lemak, air, otot (protein), dan mineral. Pada seorang yang sangat aktif, misalkan olahragawan, maka biasanya komposisi lemak tubuhnya relatif rendah dan komposisi ototnya relatif tingi. Pada orang yang sangat aktif IMT yang
tingi tidak berarti kelebihan lemak tubuh atau bukan obes.


Daftar Pustaka :

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritonal Asesment. Second Editon. Oxford University Pres,
New York.

Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia N0.
195/Menkes/SK/XI/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Predy VR. 2012. Handbok of Anthropometry :Physical Measures of Human Form in Health and
Disease. Springer, New York.

WHO. 1995. Physical Status : the Use and Interpretation of Anthropometry. Report of a WHO
Expert Commite. WHO, Geneva.

WHO. 2006. WHO Child Growth Standards. WHO, Geneva.

WHO. 2007. WHO Reference 207 for Child and Adolescent. WHO, Geneva

Senin, 01 Desember 2014

Odds Ratio Dalam SPSS

Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak terpapar faktor risiko).

Sebagai contoh, kita ambil sebuah kasus yaitu: "Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit Kanker Pada Pria Usia  Di Atas 50 Tahun".

Odds Ratio yang dimaksud dalam contoh di atas adalah: seberapa besarkah pengaruh rokok terhadap Penyakit Kanker pada pria usia di atas 50 tahun. Maka jawabannya bisa jadi 2 kali lipat, 3 kali lipat atau 5,5 kali lipat. Nilai kali lipat inilah yang disebut sebagai "odds ratio".

Berdasar contoh di atas, nilai odds ratio bisa sebesar 2 atau 3 atau 5,5. Artinya: pria  dengan usia di atas 50 yang merokok memiliki resiko sebesar 2 kali lipat untuk dapat menderita kanker dibandingkan dengan pria di atas 50 tahun yang tidak merokok. Dalam hal ini perlu diketahui: Rokok adalah paparan atau faktor resiko sedangkan kanker adalah kejadian efek atau penyakit.

Rumus Odds Ratio

Rumus dari ODDS Ratio adalah: ad/bc.
Di mana: "a" adalah cell a, "b" adalah cell b, "c" adalah cell c dan "d" adalah cell d. untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:



Dari tabel di atas, apabila kita cermati maka jelas dapat kita ambil kesimpulan, bahwasanya Odds Ratio dapat dicari nilainya apabila penelitian yang dilakukan menggunakan skala data nominal dikotom. Untuk lebih jelasnya tentang pengertian nominal dikotom, baca artikel kami yang berjudul: "Pengertian Data".

Odds ratio juga hanya boleh dilakukan pada penelitian dengan pendekatan Case Control. Sedangkan untuk penelitian dengan pendekatan kohort, maka disebut Relatif Risk. Ada sedikit perbedaan antara Odds Ratio dan Relatif Risk, namun dalam bahasan artikel kali ini, kita hanya fokus pada Odds Ratio.

Berdasar rumus di atas, tampak seolah uji odds ratio sangatlah mudah, tetapi sesungguhnya tidak semudah itu. Seperti uji inferensial lainnya, maka diperlukan nilai signifikansi atau yang disebut juga P Value. P Value pada odds ratio artinya, apakah nilai odds ratio yang didapat dari penelitian yang menggunakan sampel, apakah bisa diberlakukan bagi keseluruhan populasi atau yang disebut juga bisa dijadikan generalisasi. Maka  kita juga akan memperhatikan taraf signifikansi, pada batas kepercayaan berapa? apakah 95 % atau 99 % atau yang lain?

Untuk lebih jelasnya mari kita langsung masuk pada tutorial uji odds ratio pada SPSS

Tutorial Odds Ratio


Odds Ratio di dalam Program SPSS, sering dilambangkan dengan simbol "Exp (B)".

Langkah pertama adalah buka aplikasi SPSS dan buatlah 2 variabel pada tab Variable View: "Rokok" dan "Kanker" dengan masing-masing value atau kategori "Ya" dan "Tidak". Ya beri kode 2 dan Tidak kode 1.
Ubah Measure ke Nominal, Type ke Numeric dan Decimal ke 0.





Gunakan 20 responden, lalu isi data pada Data View. Isi dengan skor 1 atau 2.






Ada 2 cara dalam melakukan uji odds ratio dalam SPSS, yaitu:

Cara pertama: 

Pada menu, klik Analyze, Descriptive Statistics, Crosstab
Masukkan Rokok pada Row(s) dan Kanker pada Column(s)



Klik Statistics, Centang Cochran's and Maentel-Haenszel Statistics dan biarkan Test Common Odds Ratio tetap 1, lalu klik Continue.

Kemudian Klik OK.
Lihat Hasilnya! (Pada Output - Tabel Paling Bawah).



Nilai Odds ratio ditunjukkan dengan nilai "Estimate" yaitu 15,000. Artinya: Pria usia di atas 50 tahun yang merokok lebih beresiko 15 kali lipat dari pada yang tidak merokok.

Nilai Asymp. Sig (2-Sided) menunjukkan nilai p value atau signifikansi nilai odds ratio. Apabila < 0,05 maka pada taraf kepercayaan 95%, odds ratio dinyatakan signifikan atau bermakna yang berarti dapat mewakili keseluruhan populasi.

Nilai Common Odds Ratio Lower Bound dan Upper Bound menunjukkan batas atas dan batas bawah odds ratio, yang artinya: setidaknya pria usia di atas 50 tahun yang merokok sekurang-kurangnya lebih beresiko sebesar 1,652 kali lipat dapat menderita kanker dan paling besar lebih beresiko sebesar 136,172 kali lipat dapat menderita kanker.

Sedangkan cara yang kedua dalam SPSS adalah sebagai berikut:

Pada menu, klik Analyze, Regression, Binary Logistic.
Masukkan Kanker pada kotak dependent dan Rokok pada kotak Covariate.




Klik Options, centang CI For Exp (B) dan beri nilai 95 %. Lalu klik Continue.




Klik OK.

Lihat hasilnya (Pada Output-Tabel paling bawah)




Nilai Odds Ratio ditunjukkan pada nilai Exp (B) yaitu 15,00.
P Value pada nilai Sig. yaitu 0,016.
Batas atas dan bawah pada Lower dan Upper di 95% C.I.for EXP(B).

http://www.statistikian.com/2012/11/odds-ratio.html

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI

MENGHITUNG PERTAMBAHAN PENDUDUK

1. RELATIVE INCREASE

  • RI adalah penambahan jumlah penduduk dihitung berdasarkan persentase antara jumlah penduduk sekarang dibanding dengan jumlah penduduk lampau
           Pt – Po
RI = ------------------- x 100%
           Po

Pt = jumlah peduduk sekarang
Po = jumlah penduduk lampau

2. ABSOLUTE INCREASE

  • AI adalah penambahan jumlah penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk sekarang dikurangi jumlah penduduk lampau dibagi dengan lamanya waktu berjalan
             Pt – Po
AI = ------------------- =
              t

Pt = jumlah peduduk sekarang
Po = jumlah penduduk lampau
t = jumlah tahun (sekarang – lampau)

CONTOH SOAL

  • Jumlah penduduk Indonesia tahun 1989 adalah 177.360.000 orang dan pada tahun 1990 menjadi 179.247.800 orang.
  • Berapa pertambahan penduduk secara absolut dan relatif?

MENGITUNG ESTIMASI PENDUDUK

1. ARITHMATIC METHODE

  • Dengan asumsi bahwa absolute increase jumlah penduduk tiap tahun kurang lebih sama
  • Rumus:

Pt = Po + At

  • Pt = jumlah peduduk yad
  • Po = jumlah penduduk sekarang
  • A = absolute increase
  • t = jumlah tahun

2. GEOMETRIC METHODE

  • Dengan asumsi bahwa persentase jumlah penambahan atau pengurangan penduduk atau persentase pertumbuhan penduduk selalu konstan setiap tahun
  • Rumus:

Pt = Po (1 + r)t

  • Pt = jumlah peduduk yad
  • Po = jumlah penduduk sekarang
  • r = constant rate of growth (%)
  • t = jumlah tahun

3. EXPONENTIAL METHODE

  • Dengan asumsi bahwa persentase jumlah penambahan atau pengurangan penduduk selalu konstan setiap tahun
  • Rumus:

Pt = Po x ert

  • Pt = jumlah peduduk yad
  • Po = jumlah penduduk sekarang
  • r = constant rate of growth (%)
  • t = jumlah tahun
  • e = mathematical constant = 2,718

CONTOH SOAL

  • Jumlah penduduk Indonesia tahun 1990 adalah 179.247.800 orang, dengan absolute increase = 1.887.800 orang per tahun, persentase penambahan penduduk = 1,06% per tahun
  • Berapa estimasi dan proyeksi jumlah penduduk Indonesia 5 tahun mendatang? (aritmatic, geometric, exponenial)

RATIO PENDUDUK MENURUT SEKS DAN UMUR

1. SEX RATIO

  • Sex ratio adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di suatu tempat/negara

                    Juml pria
Sex ratio = ---------------------- x 100
                    Juml wanita

2. DEPENDENCY RATIO

  • Dependency Ratio adalah ratio antara jumlah penduduk umur tidak produktif (14 th > umur > 65 th) dan umur produktif (15 – 64 th) ditinjau secara ekonomis

            Jml tidak produktif
DR = ---------------------------- x 100
            Jml produktif

3, PIRAMIDA PENDUDUK

  • PP adalah diagram berbentuk piramida yang menggambarkan komposisi penduduk menurut kelompok umur dan seks

PENDUDUK INDONESIA 1990

KEL UMUR PRIA WANITA TOTAL
0 – 4 10.766.200 10.120.400 20.886.600
5 – 9 11.790.800 11.289.800 23.080.600
10 – 14 10.988.200 10.438.300 21.436.500
15 – 19 9.552.500 9.367.000 18.919.500
20 – 24 7.661.900 8.486.100 16.540.800
25 – 29 7.388.800 8.152.000 15.540.800
30 – 34 6.573.200 6.617.800 13.191.000
35 – 39 5.816.100 5.436.400 11.252.500
40 – 44 3.962.000 4.038.300 8.000.300

KEL UMUR PRIA WANITA TOTAL
45 – 49 3.737.300 3.886.500 7.623.800
50 – 54 3.298.300 3.397.800 6.696.100
55 – 59 2.344.000 2.568.700 4.912.700
60 – 64 2.270.800 2.318.600 4.589.400
65 – 69 1.365.600 1.495.800 2.861.400
70 – 74 957.000 1.103.000 2.060.000
> 75 893.000 1.155.600 2.048.600
TOTAL 89.375.700 89.872.100 179.247.800

CONTOH SOAL

  1. Berdasarkan data jumlah penduduk Indonesia tahun 1990
  2. Berapa Sex Ratio Penduduk Indonesia tahun 1990?
  3. Berapa Dependency Ratio Penduduk Indonesia tahun 1990?
  4. Bagaimana Piramida Penduduk Indonesia tahun 1990?

EVALUASI TERHADAP EFEKTIVITAS DAN RISIKO

1. EFEKTIVITAS

  • Efektivitas atau tingkat keberhasilan dinyatakan dalam bentuk proporsi antara kelompok studi (p1) dan kelompok kontrol (p2)
  • Rumus:
  • Effectiveness = 100 (1-p1/p2)

CONTOH SOAL

  • Dari hasil penelitian terhadap 100 bumil yang diberikan TT, ternyata hanya 1 orang yang menderita TN, sedang hasil 100 Bumil plasebo didapatkan 10 orang terserang TN
  • Berapa persentase tingkat keberhasilan TT dalam menurunkan TN?

  • p1 = (1/100) = 0,01
  • p2 = (10/100) = 0,1
  • E = 100 (1 – 0,01/0,1) = 90%
  • Tingkat keberhasilan TT adalah 90% dalam menurunkan kasus TN

LATIHAN

  • Desa Jombang dengan jumlah penduduk 6000 jiwa. Dari 50 ibu akseptor IUD yang hamil 2, dan dari 100 ibu tanpa akseptor yang hamil 80
  • Berapakah efektivitas kontrasepsi IUD?

2. RELATIVE RISK DAN ODDS RATIO

  • Relative Risk dan Odds ratio dipakai dalam studi epidemiologi untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen atau ratio antara dua proporsi
  • Relative risk biasanya dipakai untuk penelitian prospektif / Kohort
  • Odds ratio biasanya dipakai untuk penelitian retrospektif / studi kasus kontrol
  • RR = rasio p1/p2
  • p1 (proporsi faktor risiko positif)
  • p2 (proporsi faktor risiko negatif)
  • OR = ratio p/q
  • p = ratio penyakit positif
  • q = ratio penyakit negatif
  • p = (1- q)

Faktor Risiko Penyakit             Total
                     Positif Negatif
Positif            a         b              m1
Negatif           c         d              m2
Total              n1      n2             t

RELATIVE RISK DAN ODDS RATIO

  • Relative Risk = p1/p2
  • p1 = a/m1 (proporsi faktor risiko positif)
  • p2 = c/m2 (proporsi faktor risiko negatif)
  • Odds ratio = (a/c)/(b/d) = ad/bc
  • a/c = ratio penyakit positif
  • b/d = ratio penyakit negatif

CONTOH SOAL

  • Dari hasil penelitian 55 orang hipertensi dengan merokok menderita penyakit PJK 35 orang, sedangkan 55 orang hipertensi dengan tidak merokok menderita penyakit PJK 25 orang
  • Berapa ratio antara orang Hipertensi yang merokok dan yang tidak merokok menderita penyakit PJK?

Faktor Risiko       Penyakit               Total
                            JK     Tidak PJK
Merokok              35      20              55
Tidak Merokok     25      30               55
Total                    60       50             110

  • Relative Risk = p1/p2 = 1,4
  • p1 = a/m1 = 35/55 = 0,64
  • p2 = c/m2 = 25/55 = 0,45
  • Orang Hipertensi yang merokok mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar terserang PJK dibanding orang hipertensi yang tidak merokok (pada prospektif studi)
  • Odds ratio = ad/bc = (35x30)/(20x25) = 2,1
  • Orang Hipertensi yang merokok mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar terserang PJK dibanding orang hipertensi yang tidak merokok (pada retrospektif studi)

LATIHAN

  • Dalam suatu penelitian yang menggunakan rancangan kasus-kontrol untuk menentukan hubungan antara infark miokard dengan rokok. Kelompok kasus terdiri 100 penderita infark miokard dan kelompok kontrol terdiri dari 200 orang bukan penderita infark miokard. Hasil penelitian menunjukan bahwa diantara 100 penderita infark miokrd terdapat 20 orang perokok dan diantara 200 orang bukan infard miokard terdapat 14 orang perokok. Hitung Odds ratio

3. KASUS KERACUNAN

RESIKO RELATIF

  • Resiko Relatif dipergunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor resiko terhadap kejadian suatu penyakit
  • Misal: resiko relatif rokok terhadap kanker paru = 6 → artinya orang yang merokok mempunyai resiko terkena kanker paru 6 x lebih besar daripada yang tidak merokok

RESIKO ATRIBUT

  • Resiko Atribut dipergunakan untuk mengetahui besarnya resiko terjadinya suatu penyakit yang dapat dihindarkan jika faktor resiko tidak ada
  • Misal Resiko atribut pemakaian IUD terhadap kehamilan ektopik adalah 0,03 atau 3%  artinya dengan tidak memakai IUD, resiko terjadinya kehamilaan ektopik yang dapat dihindarkan adalah 3%

RUMUS KERACUNAN

  1. Relative Risk = IR terpapar / IR tidak terpapar
  2. Atributable Risk = IR terpapar – IR tidak terpapar
  3. Faktor Etiologis = (AR / IR terpapar) x 100%
  4. Faktor lain = 100% - Faktor Etiologis

CONTOH SOAL

  • Pada suatu pesta ulang tahun, terjadi wabah keracunan minum es campur, dengan keluhan sakit kepala, mual, muntah. Data yang terkumpul adalah sebagai berikut:
  • Jumlah undangan = 40 orang
  • Jumlah undangan yang minum es campur = 30 orang, diantaranya ada 25 undangan yang menderita gejala keracunan
  • Ada 1 undangan yang tidak ikut minum es campur, tetapi mempunyai gejala yang sama, sakit kepala, mual, muntah

KASUS KERACUNAN

  • Faktor Risiko Penyakit Total
  • Keracunan Tidak Keracunan
  • Minum Es 25 5 30
  • Tidak Minum Es 1 9 10
  • Total 26 14 40

RELATIVE RISK

  • Relative Risk = p1/p2
  • (p1 = a/m1), (p2 = c/m2)
  • Relative Risk = IR terpapar/IR tidak terpapar = (25/30)/(1/10) = 0,83/0,1 = 8,3
  • Kesimpulan: undangan yang minum es campur mempunyai risiko keracunan 8,3 lebih besar dibanding undangan yang tidak minum es campur

ATRIBUTABLE RISK

  • Atributable Risk atau Risiko Atribut adalah selisih antara IR kelompok terpapar dengan IR kelompok tidak terpapar
  • Risiko Atribut = IR terpapar – IR tidak terpapar = 0,83 – 0,1 = 0,73
  • Cara membaca: dengan tidak minum es campur, risiko terjadinya keracunan yang dapat dihindarkan adalah 73%

FAKTOR ETIOLOGIS

  • Faktor Etiologis dipergunakan untuk menyatakan seberapa besar suatu zat menimbulkan keracunan (dalam %)

            Risiko Atribut
FE = -------------------------- x 100%
            IR terpapar

  • FE = (0,73/0,83)x100% = 87,95%
  • Cara membaca: es campur sebagai penyebab keracunan adalah 87,95%

FAKTOR LAIN

  • Faktor lain dipergunakan untuk menyatakan faktor penyebab lain yang dapat menyebabkan keracunan, selain zat yang dicurigai
  • Faktor lain = 100% - Faktor Etiologis
  • Faktor lain = 100% - 87,95% = 12,05%
  • Cara membaca: selain es campur, yang dapat menyebabkan keracunan adalah 12,05%

LATIHAN

  • Pada suatu asrama putri Stikes, terjadi wabah keracunan makanan mi goreng, dengan keluhan sakit perut, mual, muntah dan diare. Data yang terkumpul adalah sebagai berikut:
  • Jumlah mahasiswi = 100 orang
  • Jumlah mahasiswi yang makan mie goreng = 80 orang, diantaranya ada 75 mahasiswi yang menderita gejala keracunan
  • Ada 2 mahasiswi yang tidak ikut makan mie goreng, tetapi mempunyai gejala yang sama, sakit perut, mual, muntah dan diare
  • Jumlah kematian pada kasus keracunan diatas = 2 orang

HITUNGLAH

  1. Relative risk
  2. Resiko atribut
  3. Faktor etiologis
  4. Faktor lain
  5. CFR keracunan