Perkembangan Ilmu Kesehatan
Ilmu kesehatan berkembang atas dasar adanya penyakit. Pemahaman masyarakat terhadap konsep penyakit akan menentukan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut. Kebutuhan akan penyembuhan, menyebabkan orang-orang mencoba mengatasi penyakit dengan mencari cara pengobatan beserta obat-obatannya.
Perkembangan pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap konsep penyakit mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Semula, orang-orang beranggapan bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan gaib/kekuatan supernatural, sehingga pengobatan yang dilakukan pun disesuaikan dengan konsep tersebut. Para dukunlah yang dianggap mampu mengatasinya. Selain itu, ada pula anggapan bahwa penyakit timbul akibat perbuatan dosa. Maka, seiring dengan konsep tersebut, pengobatan dilakukan oleh para tokoh kepercayaan, agama, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah dimengerti, bahwa pengobatan seperti ini tidaklah efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut : Pertama, karena konsep tentang penyakit tersebut tidak seluruhnya benar ; Kedua, apabila konsepnya benar, obatnya masih sangat primitif, begitu pula cara pengobatannya. Oleh karena itu, agar usaha pengobatan dapat efektif, perlu diketahui penyebab penyakit dan diupayakan menghilangkan penyebabnya.
Selanjutnya, pengetahuan perkembangan ilmu kesehatan dapat kita bagi dalam beberapa fase sebagai berikut (Slamet, 1994) :
Ilmu kedokteran
Ilmu kedokteran lahir seiring dengan perkembangan pemikiran rasional manusia untuk mempelajari lebih dalam struktur dan fungsi tubuh manusia, baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Atas dasar pengetahuan ini, orang dapat belajar mendapatkan gejala fungsi badan yang abnormal, membuat alat bantu diagnostik sehingga dapat mendiagnosis penyakit, serta belajar dan berusaha untuk dapat memulihkan fungsi yang tidak normal menjadi normal kembali.
Ilmu kedokteran pencegahan
Ilmu kedokteran walaupun telah mampu menyembuhkan penyakit, ternyata masih belum dapat mengatasi wabah-wabah yang melanda masyarakat, karena ilmu kedokteran tidak mencegah penularan penyakit, hanya mengobati orang yang telah sakit secara individual. Artinya, ilmu kedokteran hanya memperhatikan elemen manusia. Atas dasar kebutuhan untuk mencegah penyakit secara massal inilah, maka lahirlah ilmu kedokteran pencegahan.
Ilmu kesehatan masyarakat
Perkembangan selanjutnya dalam upaya mencegah penyakit adalah dengan memperhatikan seluruh elemen penentu terjadinya penyakit. Hal ini disadari karena pada dasarnya timbulnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor, di antaranya faktor perilaku masyarakat itu sendiri. Jika sebelumnya, dalam ilmu kedokteran pencegahan, faktor yang diperhatikan hanya elemen manusia, maka dalam ilmu kesehatan masyarakat, dipadukan dengan dua elemen lainnya yang berkaitan dengan perilaku masyarakat itu sendiri, yaitu agent penyakit dan lingkungan.
Norma serta budaya yang menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaan lingkungan yang sesuai dengannya serta akan menimbulkan penyakit yang sesuai pula dengan gaya hidup tersebut. Bagaimana sekelompok masyarakat memperlakukan air, udara, dan sebagainya, akan mengakibatkan penyakit yang sesuai pula dengan perlakuan tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi sehat, tidak cukup hanya dengan pencegahan penyakit secara perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola masyarakat sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Ini artinya, kesehatan erat sekali hubungannya dengan sumberdaya sosial ekonomi, tidak hamya tergantung dari fasilitas kesehatan yang ada.
Atas dasar pengetahuan ini, timbullah ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu ini jelas lebih luas cakupannya daripada ilmu kesehatan dengan konsep-konsep pengetahuan sebelumnya.
Kesehatan Masyarakat
Definisi kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah sebagai berikut :“health is defined as a state of complete physical, mental, and social well being and not merely the absence of disease or infirmity.”
Definisi yang selaras dikemukakan pula dalam Undang-undang No. 9 tahun 1960, tentang Pokok-pokok, Bab I Pasal 2 : “yang dimaksud kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.”
Selanjutnya definisi di atas mengalami sedikit revisi sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I Pasal 1 sebagai berikut : “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. “
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka pada dasarnya seseorang belum dianggap sehat sekalipun ia tidak berpenyakit jiwa dan/atau pun raga. Orang tersebut masih harus dinyatakan sehat secara sosial. Hal ini dianggap perlu karena penyakit yang diderita seseorang/sekelompok masyarakat umumnya sangat ditentukan pula oleh perilaku/keadaan sosial budayanya.
Sebaliknya, lawan dari sehat adalah sakit. Secara sederhana, pengertian sakit adalah sebagai berikut : keadaan menyimpang dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsi tubuh ; keadaan di mana tubuh/organisme atau bagian dari organisme/populasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ; keadaan patologis.
Definisi Kesehatan Masyarakat
Menurut Winslow (1920), definisi kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan kiat untuk : (1) mencegah penyakit, (2) memperpanjang harapan hidup, dan (3) meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat, melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk : (1) sanitasi lingkungan, (2) pengendalian penyakit menular, (3) pendidikan hygiene perseorangan (personal hygiene), (4) mengorganisir pelayanan medis dan perawatan agar dapat dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, dan (5) membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat menikmati standar kehidupan yang cukup baik untuk dapat memelihara kesehatan
Dengan demikian, dari pengertian kesehatan masyarakat menurut Winslow di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara hendaknya menyadari haknya atas kehidupan yang sehat dan panjang dengan melakukan usaha-usaha sadar, terorganisir, dan terpadu untuk mewujudkannya. Usaha mewujudkan kesehatan yang tidak hanya bersifat individu tetapi juga usaha kolektif.
Menurut Hendrik L.Blum (1974), terdapat empat faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu : lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh paling besar terhadap derajat kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004). Gambar 1 menjelaskan hubungan antara faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Usaha Kesehatan Masyarakat
Menurut American Public Health Association (APHA), Emerson and Luginbuhl (EM), danWorld Health Organization (WHO), dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, sedikitnya diperlukan enam usaha dasar yang dikenal dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat sebagai “The Basic Six”. Tabel 1 di bawah ini mermperlihatkan “The Basic Six”, dengan penggunaan istilah yang sedikit berbeda tersebut dilihat dari ketiga konsep yang dikemukakan :
Tabel 1 Tiga Buah Konsep “The Basic Six” (Slamet, 1994)
APHA | EMERSON & LUGINBUHL | WHO |
Pencatatan dan analisis data | Statistik vital | Pemeliharaan dokumen kesehatan |
Pendidikan kesehatan dan diseminasi informasi | Pendidikan kesehatan | Pendidikan kesehatan |
Pengawasan, pengaturan, pelayanan kesehatan lingkungan | Kesehatan lingkungan | Kesehatan lingkungan |
Administrasi dan pelayanan kesehatan | Pemberantasan penyakit menular | Pemberantasan penyakit menular |
Pelayanan kesehatan | Kesejahteraan Ibu dan Anak | Kesejahteraan Ibu dan Anak |
Koordinasi sumber daya kesehatan | Pengendalian penyakit kronis | Pelayanan medis dan perawatan kesehatan |
Laboratorium kesehatan |
Dalam prakteknya, mengingat berbagai negara memiliki permasalahan kesehatan yang tidak sama, maka selain konsep “The Basic Six”, diperlukan pula upaya-upaya lain yang khas sesuai dengan karakter masing-masing negara. Di Indonesia, selain “The Basic Six”, terdapat pula upaya-upaya lain yang diperlukan untuk dilakukan. Dalam Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 Bab V Pasal 11, tertulis bahwa upaya kesehatan dilaksanakan melalui 15 kegiatan sebagai berikut : (a) kesehatan keluarga, (b) perbaikan gizi, (c) pengamanan makanan dan minuman, (d) kesehatan lingkungan, (e) kesehatan kerja, (f) kesehatan jiwa, (g) pemberantasan penyakit, (h) penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, (i) penyuluhan kesehatan masyarakat, (j) pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, (k) pengamanan zat aditif, (l) kesehatan sekolah, (m) kesehatan olahraga, (n) pengobatan tradisional, dan (o) kesehatan matra.
Sejak Pelita V, 15 kegiatan pokok kesehatan tersebut diubah menjadi 18 kegiatan, yaitu meliputi : (a) kesejahteraan ibu dan anak, (b) keluarga berencana, (c) gizi, (d) kesehatan lingkungan, (e) pemberantasan penyakit, (f) penyuluhan kesehatan, (g) pengobatan dan penanggulangan kecelakaan, (h) perawatan kesehatan masyarakat, (i) usaha kesehatan sekolah, (j) kesehatan gigi dan mulut, (k) kesehatan jiwa, (l) pemeriksaan laboratorium sederhana, (m) pencatatan dan pelaporan, (n) kesehatan mata, (o) kesehatan olahraga, (p) kesehatan pekerja non formal, (q) pembinaan pengobatan tradisional, serta (r) peningkatan dana sehat masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, pelayanan kesehatan itu meliputi : pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia
sekolah, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan imunisasi, pelayanan pengobatan/perawatan, pelayanan kesehatan jiwa, pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi, pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar dan komprehensif, pelayanan gawat darurat, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
gizi buruk, pencegahan dan pemberantasan penyakit polio, pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA, pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam
sekolah, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan imunisasi, pelayanan pengobatan/perawatan, pelayanan kesehatan jiwa, pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi, pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar dan komprehensif, pelayanan gawat darurat, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
gizi buruk, pencegahan dan pemberantasan penyakit polio, pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA, pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), pencegahan dan pemberantasan penyakit diare, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan pengendalian vektor, pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum, penyuluhan perilaku sehat, penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) berbasis masyarakat, pelayanan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, pelayanan penggunaan obat generik, penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan, serta penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan.
Dari rincian usaha-usaha pelayanan kesehatan tersebut di atas, maka jelas diperlukan kerja multidisiplin di bidang kesehatan. Seluruh program di atas hendaknya dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan agar dapat memecahkan permasalahan kesehatan yang dihadapi.
Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan bersifat holistik dalam melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Definisi secara makro, paradigma sehat berarti pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan, minimal pembangunan tersebut harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Sedangkan definisi secara mikro, paradigma sehat berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Tabel 2 berikut menggambarkan secara ringkas mengenai konsep paradigma sehat.
Tabel 2 Paradigma Sehat (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2005)
Kondisi Kesehatan Penduduk | Kontribusi yang diharapkan | Sasaran | Sifat pelayanan kesehatan |
Sehat (85%) | 85% | Orang sehat | Promotif, preventif |
Sakit (15%) | 15% | Orang sakit | Kuratif, rehabilitatif |
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti berbagai spesies kehidupan, bahan, zat, atau kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat, serta bagaimana mencari upaya-upaya pencegahannya (UFA, 1991).
Adapun komponen-komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit adalah sebagai berikut : komponen fisik (kebisingan, radiasi, cuaca, panas, dll), komponen kimia (pestisida dalam makanan, asap rokok, limbah pabrik, pewarna makanan, polutan udara, dll), komponen biologi (spora, jamur, bakteri, cacing, dll), serta komponen sosial (tetangga, atasan, pesaing, dll).
Masalah kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh :
- Pertumbuhan dan persebaran penduduk. Masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul karena daerah dengan kepadatan penduduk tinggi.
- Kebijakan (policy) para pengambil keputusan. Sebagai contoh, kebijakan penggunaan Tetra Ethyl Level (TEL) untuk campuran bahan bakar bensin mampu meningkatkan pencemaran lingkungan.
- Mentalitas dan perilaku penduduk. Sebagai contoh, perilaku membuang sampah sembarangan.
- Kemampuan alam untuk mengendalikan pencemaran
Beberapa hal tentang kesehatan lingkungan berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 antara lain :
- Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat
- Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya
- Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya
- Setiap tempat/sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan
Resiko Kesehatan Lingkungan
Beberapa definisi mengenai resiko kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut (Gumilar, 2004) :
- Resiko kesehatan lingkungan merupakan resiko terhadap kesehatan manusia yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, biologi, dan sosial)
- Resiko kesehatan lingkungan merupakan suatu faktor atau proses dalam lingkungan yang mempunyai probability tertentu untuk menyebabkan konsekuensi yang merugikan manusia dan lingkungannya
- Resiko kesehatan lingkungan mengandung unsur yang tidak pasti, probabilitas terjadinya dapat rendah atau tinggi, dan tidak dapat dikatakan pasti akan terjadi
- Ketidakpastian dalam memperkirakan adanya resiko dapat berasal dari beberapa hal, yaitu :
- Kesalahan metodologi
- Pengetahuan yang terbatas tentang sifat dan kelakuan sistem yang diperkirakan
- Probabilitas terjadinya yang rendah (flow probability event)
- Kejadian yang tidak dapat diperkirakan
- Resiko kesehatan lingkungan dapat dikatakan sebagai probabilitas dari beberapa kondisi yang tidak menyenangkan
- Secara terbatas, resiko kesehatan lingkungan dapat diartikan sebagai gambaran kemungkinan bahwa seseorang yang sehat tetapi terpapar oleh beberapa faktor resiko, maka akan dapat menderita suatu penyakit
Faktor Resiko Lingkungan
Faktor resiko lingkungan merupakan faktor resiko di dalam lingkungan yang turut berperan dalam kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004). Atau dengan kata lain, faktor resiko lingkungan merupakan faktor yang berhubungan dengan kematian ataupun resiko untuk terjadinya suatu penyakit/kelainan yang disebabkan faktor lingkungan. Faktor resiko ini terbentuk karena adanya interaksi antara komunitas manusia dengan lingkungan yang berimbas pada kesehatan masyarakat. Faktor resiko lingkungan dapat dikendalikan agar kesehatan masyarakat dapat dijaga dan ditingkatkan kepada tahap yang lebih baik, sehingga interaksi antara komunitas manusia dan lingkungan memberikan tingkat kesehatan masyarakat yang sebaik-baiknya.
Pengendalian faktor resiko lingkungan diawali dengan mengidentifikasi faktor resiko lingkungan yang berperan setempat, menganalisisnya, kemudian mencari jalan serta merencanakan dan mengimplementasikan rancangan pengendalian faktor resiko lingkungan dalam program kesehatan lingkungan.
Berikut ini beberapa hal yang termasuk faktor resiko lingkungan :
- Faktor resiko lingkungan fisik : radiasi, kepadatan lalu lintas, dll
- Faktor resiko lingkungan kimia : pestisida, dll
- Faktor resiko lingkungan biologi : jamur, spora, dll
- Faktor resiko lingkungan sosial : life style, hubungan sosial, dll
- Faktor resiko lain : umur, sex, ras, etnis, pekerjaan, dll
Proses Terjadinya Penyakit
Pada dasarnya penyakit terjadi karena adanya interaksi antara berbagai elemen yang saling mempengaruhi. Seorang dokter, John Gordon, menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat dalam sebuah model yang pada akhirnya dinamakan sesuai dengan nama pencetusnya, yaitu Model Gordon. Menurutnya, penyakit itu ditentukan oleh tiga faktor pengaruh, yaitu (Fox,1970) :
A = Agent/penyebab penyakit
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, dan lain sebagainya, yang dalam jumlah berlebih atau kurang merupakan sebab utama dalam terjadinya penyakit. Agent hidup atau agent yang terdiri atas benda hidup seperti metazoa, fungi, protozoa, bakteri, rickettsia, dan virus menyebabkan penyakit yang bersifat menular. Agent tak hidup dapat berupa zat kimia, zat fisis, kekuatan mekanis, faktor fisiologis, faktor psikologis, dan faktor turunan.
H = Host/pejamu
Host adalah populasi atau organisme yang memiliki resiko untuk sakit. Element host ini sangat penting dalam proses terjadinya penyakit ataupun dalam pengendaliannya, karena ia sangat bervariasi keadaannya bila dilihat dari aspek sosial ekonomi budaya, keturunan, lokasi geografis, dan lainnya. Host juga akan sangat menentukan kualitas lingkungan yang ada dengan cara-cara perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf pengetahuan, sikap, dan budaya hidupnya.
Faktor penentu pada host dapat berupa faktor-faktor yang dibawa atau sudah ada sejak lahir (usia, jenis kelamin, bangsa, keluarga, daya tahan natural) juga faktor-faktor yang didapat setelah dilahirkan (status kesehatan umum, status fisiologis, status gizi, pengalaman sakit, stress/tekanan hidup, kekebalan, perilaku host, dan perilaku lingkungan).
L = Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen tersebut, termasuk host yang lain. Lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi lingkungan udara (atmosfer), lingkungan air (hidrosfer), lingkungan padat (litosfer), lingkungan flora dan fauna (biosfer), dan lingkungan sosial (sosiosfer).
Dalam Model Gordon, A, H, dan L dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi yang menentukan keadaan sehat atau sakit. Ia menggambarkan/memodelkan terjadinya penyakit sebagai batang pengungkit yang mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya.
Gambar 2 dan 3 merupakan model-model yang menggambarkan untuk masing-masing perbedaan kondisi sehat dan sakit tersebut.
Gambar 3 Empat Kemungkinan Keadaan Sakit
Model pada Gambar 2 merupakan model di mana pengungkit berada dalam kondisi seimbang. Ini artinya, bahwa masyarakat berada dalam keadaan sehat. Sebaliknya, apabila resultan dari interaksi ketiga unsur tadi menghasilkan keadaan yang tidak seimbang, maka diperoleh keadaan yang tidak sehat atau sakit seperti yang digambarkan pada Gambar 3.
Keadaan ke-1 :
A memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring ke arah A. Pemberatan A terhadap keseimbangan diartikan sebagai agent/penyebab penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host, misalnya terjadinya mutasi pada virus influenza.
Keadaan ke-2 :
H memberatkan keseimbangan, sehingga batang pengungkit miring ke arah H. Keadaan seperti itu dimungkinkan apabila H menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit. Misalnya apabila proporsi jumlah penduduk balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi lebih peka terhadap penyakit anak.
Keadaan ke-3 :
Ketidakseimbangan disebabkan oleh bergesernya titik tumpu. Hal ini menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas lingkungan sehingga A memberatkan keseimbangan. Keadaan seperti ini berarti bahwa pergeseran kualitas lingkungan memudahkan A memasuki tubuh H dan menimbulkan penyakit. Contohnya, terjadinya banjir menyebabkan air kotor yang mengandung A berkontak dengan masyarakat (H), sehingga A lebih mudah memasuki H yang kebanjiran.
Keadaan ke-4 :
Ketidakseimbangan terjadi karena pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga H memberatkan keseimbangan atau H menjadi sangat peka terhadap A. Contohnya, terjadinya pencemaran udara.
Model Gordon ini selain memberikan gambaran umum tentang terjadinya penyakit pada masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis dan mencari solusi terhadap permasalahan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar