Halaman

Rabu, 12 November 2014

HIPOTESIS

A. Pengertian Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum
dan thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Karena hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya. Kemudian para ahli menafsirkan arti hipotesis adalah sebagai dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih (Kerlinger,1973:18 dan Tuckman,1982:5). Selanjutnya Sudjana (1992:219) mengartikan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Atas dasar defenisi diatas, sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji lagi kebenarannya.
Adapun definisi lain, hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian dengan penalaran deduksi dan merupakan jawaban sementara secara teoritis terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji kebenarannya berdasarkan fakta empiris. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang selanjutnya diuji kebenarannya sesuai dengan model dan analisis yang cocok. Hipotesis penelitian dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja (Hipotesis Alternatif Ha atau H1) yaitu hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang ada hubungannya (relevan) dengan masalah penelitian dan belum berdasarkan fakta serta dukungan data yang nyata di lapangan. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubugan-hubungan antara variabel-variabel di dalam persoalan.
Menyusun landasan teori juga merupakan langkah penting untuk membangun suatu hipotesis. Landasan teori yang dipilih haruslah sesuai dengan ruang lingkup permasalahan. Landasan teoritis ini akan menjadi suatu asumsi dasar peneliti dan sangat berguna pada saat menentukan suatu hipotesis penelitian.
Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan kesimpulan terdahulu baik yang memperkuat maupun yang bertentangan dengan prediksinya. Jadi, dalam hal ini telaah teoritik dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hipotesis penelitian dapat dirumuskan melalui jalur:
1. Membaca dan menelaah ulang (review) teori dan konsep-konsep yang membahas variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.
2. Membaca dan mengembangkan temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.

B.      Manfaat Hipotesis
Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:
1. Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2. Imajinasi dan pemikiran kreatif dari peneliti.
3. Kerangka analisa yang digunakan oleh peneliti.
4. Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.
Hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti. Fungsi hipotesis menurut Ary Donald adalah:
1. Memberi penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.

C.      Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:
1. Olahraga teratur dengan dosis rendah selama 2 bulan dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada pasien IDDM.
2. Pemberian tambahan susu sebanyak 3 gelas per hari pada bayi umur 3 bulan meningkatkan berat badan secara signifikan.
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengefektifkan fungsi-fungsi hipotesis adalah:
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Kalimat itu bersifat positif dan tidak normatif. Istilah-istilah seharusnya atau sebaliknya tidak terdapat dalam kalimat hipotesis. Contoh: Anak-anak harus hormat kepada orang tua. Kalimat ini bukan hipotesis. Lain halnya jika dikatakan demikian: Kepatuhan anak-anak kepada orang tua mereka makin menurun.
2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang opersional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.

D.      Menggali Hipotesis
Didasarkan pada paparan di atas, maka tentu saja merumuskan hipotesis bukan pekerjaan mudah bagi peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber hipotesis. Untuk itu dipersyaratkan bagi peneliti harus:
1. Memiliki banyak informasi tentang masalah yang akan dipecahkan dengan cara banyak membaca literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2. Memiliki kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat, objek, dan hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3. Memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang sesuai dengan kerangka teori dan bidang ilmu yang bersangkutan.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian sumber-sumber hipotesis dapat berasal dari:
1. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang berkaitan dengan  fenomena.
2. Wawasan dan pengertian yang mendalam tentang suatu fenomena.
3. Materi bacaan dan literatur yang valid.
4. Pengalaman individu sebagai suatu reaksi terhadap fenomena.
5. Data empiris yang tersedia.
6. Analogi atau kesamaan dan adakalanya menggunakan imajinasi yang berdasar pada fenomena.
Hambatan atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak disebabkan karena hal-hal:
1. Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang kerangka teori yang jelas.
2. Kurangnya kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori yang ada.
3. Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk merumuskan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.

E.     Jenis-Jenis Hipotesis
Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan dalamnya serta mempertimbangkan sifat dari masalah penelitian. Oleh karena itu, hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan cara pandang: sifat, analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat penetapan hipotesis.
a.     Hipotesis dua-arah dan hipotesis satu-arah
Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan dapat pula berupa hipotesis satu-arah. Kedua macam tersebut dapat berisi pernyataan mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.
Contoh hipotesis dua arah:
1. Ada perbedaan tingkat peningkatan berat badan bayi antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan prestasi belajar siswa.
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena itu perlu diformulasikan dalam hipotesis satu-arah. Contoh:
1. Terdapat perbedaan peningkatan berat badan bayi yang signifikan antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan yang cukup kuat antara tingkat kecemasan siswa dengan prestasi belajar siswa.
b.      Hipotesis Statistik
Rumusan hipotesis penelitian, pada saatnya akan diuji dengan menggunakan metode statistik, perlu diterjemahkan dalam bentuk simbolik. Simbol-simbol yang digunakan dalam rumusan hipotesis statistik adalah simbol-simbol parameter. Parameter adalah besaran-besaran yang apa pada populasi.
Sebagai contoh, hipotesis penelitian yang menyatakan adanya perbedaan usia menarche yang berarti antara siswi SMU I dan SMU II. Hal ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan rata-rata usia menarche antara siswi dari kedua sekolah tersebut. Dalam statistika, rata-rata berarti mean yang mempunyai simbol M, sedangkan parameter mean bagi populasi adalah m. Oleh karena itu, simbolisasi hipotesis tersebut adalah:

Ha; m1≠ m2 (Hipotesis dua-arah) (kurang spesifik)
Ha: m1 > m2 (Hipotesis satu-arah) (tepat dan spesifik)
Atau
Ha; m1- m2 ≠ 0 (Hipotesis dua-arah)
Ha: m1 – m2 > 0 (Hipotesis satu-arah) IDM

Dengan demikian simbol Ha berarti hipotesis alternatif, yaitu penerjemahan hipotesis penelitian secara operasional. Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja. Jadi, statistik sendiri digunakan tidak untuk langsung menguji hipotesis alternatif, akan tetapi digunakan untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Penerimaan atau penolakan hipotesis alternatif merupakan konsekuensi dari penolakan atau penerimaan hipotesis nihil.

Hipotesis nihil atau null hypothesis atau Ho adalah hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan hubungan sebab akibat antar variabel. Hipotesis nihil berisi deklarasi yang meniadakan perbedaan atau hubungan antar variabel. Contoh dari hipotesis nol secara statistik adalah:

Ho; m1- m2 = 0 (Hipotesis dua-arah)
Ho: m1= m2= 0 (Hipotesis satu-arah)

Pada akhirnya penolakan terhadap hipotesis nihil akan membawa kepada penerimaan hipotesis alternatif, sedangkan penerimaan terhadap hipotesis nihil akan meniadakan hipotesis alternatif.
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan data yang relevan dengan variabel-variabel yang bersangkutan. Proses pengujian hipotesis itu dapat disamakan dengan pengadilan suatu perkara pidana. Di sana ada jaksa sebagai penuntut umum yang membawa terdakwa ke depan hakim dengan bukti-bukti berupa data yang telah dikumpulkannya. Data tersebut dikumpulkan dengan bertitik tolak pada hipotesisnya bahwa orang yang bersangkutan bersalah. Hipotesis jaksa inilah yang mirip dengan hipotesis yang disusun oleh peneliti, tetapi data tersebut harus diuji oleh hakim. Untuk itu harus bertolak dari sikap praduga tak bersalah. Artinya, hakim tidak memihak kepada jaksa atau pun terdakwa. Sikap seperti ini juga merupakan syarat bagi wasit dalam memimpin suatu pertandingan. Asas praduga tak bersalah inilah yang dimaksud dengan hipotesis nol dalam penelitian ilmiah.

Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis operasional yang diharapkan oleh peneliti dan hipotesis nol. Hipotesis operasional disebut juga hipotesis alternatif dari hipotesis nol. Dalam proses pengujian hipotesis, yang akan diuji adalah hipotesis nol. Kalu hipotesis nol itu diterima, maka hipotesis alternatif harus ditolak. Sebaliknya, jika hipotesis nol itu ditolak, maka hipotesis alternatif harus diterima. Hipotesis nol diberi notasi H0 dan hipotesis alternatif diberi notasi H1.

Pada hakikatnya ada dua jenis hipotesis statistika. Jenis pertama adalah apabila data kita berupa populasi yang kita peroleh melalui sensus. Dengan data populasi, hipotesis statistika cukup berbentuk H. Tidak diperlukan hipotesis H0. Misalnya dalam hal rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H: mX > 6. Jika data populasi memiliki rerata di atas 6 maka hipotesis diterima dan jika tidak maka hipotesis ditolak. Karena seluruh populasi sudah dilihat maka keputusan ini menjadi kepastian.

Jenis kedua adalah apabila data kita berupa sampel yang kita peroleh melalui penarikan sampel. Biasanya sampel itu berupa sampel acak, baik dengan cara pengembalian maupun dengan cara tanpa pengembalian. Dengan data sampel, hipotesis statistika menjadi H0 dan H1. Misalnya dalam rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H0mX = 6 dan H1mX > 6. Syaratnya adalah tiadanya pilihan ketiga.
Dalam hal data sampel, sering terjadi bahwa hipotesis penelitian dirumuskan kembali menjadi H1. Pengujian hipotesis dilakukan melalui penolakan H0. Selanjutnya dengan syarat tidak ada pilihan ketiga pada hipotesis, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Jadi pengujian hipotesis penelitian dilakukan melalui cara tak langsung yakni melalui penolakan H0 dan melalui tiadanya pilihan ketiga pada hipotesis.

Kini muncul pertanyaan apakah hipotesis penelitian dapat dirumuskan kembali menjadi H0? Karena jarang terjadi, sejumlah orang merasa ragu. Sekalipun jarang, hal demikian pernah terjadi sementara beberapa penulis menyatakan boleh. Kerlinger (1979) melaporkan hasil penelitian yang menggunakan H0. Myers and Pohlman (1979) mempresentasikan makalah berjudul Null Hypothesis as a Research Hypothesis. Selain itu, Wiersma (1995) mencantumkan contoh hipotesis nol sebagai hipotesis penelitian. Gay (1990) menunjukkan walaupun tidak terlalu sering hipotesis berupa tidak beda itu memang ada. Lock, cs (1993) mengatakan bahwa hipotesis dapat ditulis, baik sebagai pernyataan nol (mudahnya disebut hipotesis nol), “Tiada beda di antara” maupun sebagai pernyataan terarah menunjukkan jenis hubungan yang diantisipasi.

Kebanyakan penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H1. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan hipotesis penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H0. Adalah pada tempatnya kalau di sini kita melihat alasan mengapa hipotesis penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk H0. Untuk itu kita perlu melihat apa sebenarnya fungsi dan peranan H0 di dalam pengujian hipotesis statistika. Adanya hipotesis H0 lebih merupakan urusan teknik statistika yang menggunakan data sampel daripada urusan hipotesis penelitian. Kita mulai dengan melihat peristiwa kekeliruan sampel.

F. Menyusun Hipotesis
Hipotesis dapat disusun dengan dua pendekatan, yang pertama secara
deduktif, dan yang kedua secara induktif. Penyusunan hipotesis secara deduktif ditarik dari teori. Suatu teori terdiri atas proposisi-proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan antara dua konsep. Proposisi ini merupakan postulat-postula yang dari padanya disusun hipotesis. Penyusunan hipotesis secara induktif bertolak belakang dari pengamatan empiris.
Pada model Wallace tentang proses penelitian ilmiah telah dijelaskan penjabaran hipotesis dari teori dengan metode deduksi logis. Teori terdiri atas seperangkat proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan di antara dua konsep misalnya proposisi X-Y. Bertitik tolak dari proposisi itu diturunkan hipotesis secara deduksi. Konsep-konsep yang terdapat dalam proposisi
diturunkan dalam pengamatan menjadi variabel-variabel.
Sehubungan dengan penyusunan hipotesis ini, Deobold B. Van Dallen mengemukakan postulat-postulat yang diturunkan dari dua jenis asumsi, yaitu postulat-postulat yang disusun berdasarkan asumsi dari alam, dan postulat-postulat berdasarkan asumsi proses psikologis. Postulat-postulat yang bersumber dari kenyataan-kenyataan alam adalah:
1. Postulat Jenis (Natural Kinds)
Ada kemiripan di antara obyek-obyek individual tertentu yang memungkinkan mereka untuk dikelompokkan ke dalam satu kelas tertentu.
Ada orang berkulit putih, ada kelompok orang berkulit hitam, dan ada kelompok orang berkulit warna lain. Ada juga kelompok binatang melata, kelompok binatang berkaki empat, kelompok binatang berkaki dua, dan sebagainya. Dengan postulat ini kita dapat menyusun hipotesis terhadap obyek pengamatan tertentu, apakah ia termasuk dalam kelompok x atau y.
2. Postulat Keajekan (Constancy)
Di alam ini ada hal-hal yang menurut pengamatan kita selalu berulang dengan pola yang sama. Misalnya, pada waktu-waktu yang lalu kita menyaksikan bahwa matahari selalu terbit di senelah timur dan terbenam di sebelah barat. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman ini kita mempunyai alasan untuk menduga bahwa besok matahari terbit di sebelah timur.
3. Postulat Determinisme
Suatu kejadian tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Sebuah benda jatuh ke bawah kalau dilepaskan dari suatu ketinggian karena ia ditarik oleh gravitasi bum. Gunung meletus bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan akaibat dari suatu proses geologis yang bekerja di dalam bumi. Demiklian juga kecelakaan lalu lintas di jalan raya tidak terjadi suatu kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Ada postulat sebab akibat yang menyatakan bahwa suatu peristiwa terjadi karena sesuatu atau beberapa sebab. Postulat ini dipakai untuk menyusun suatu hipotesis untuk
menerangkan persitiwa tertentu.

G. Kerangka Hipotesis
Jumlah variabel yang tercakup dalam suatu hipotesis dan bentuk hubungan di antara variabel-variabel itu sangat menentukan dalam menentukan alat uji hipotesis. Hipotesis yang hanya terdiri atas satu variabel akan diuji dengan univariate analysis. Contoh-contoh hipotesis seperti itu adalah:
1. Persepsi remaja terhadap kepemimpinan yang demokratis cukup tinggi.
2. Prestasi studi mahasiswa di tahun pertama cukup rendah.
Variabel persepsi remaja pada contoh pertama adalah variabel ordinal, sedangkan variabel prestasi studi pada contoh kedua adalah variabel interval. Pengukuran variabel ini mementukan pemilihan alat uji hipotesis.
Ada juga hipotesis yang mencakup dua variabel, yang akan diuji melalui bivariate analysis. Contoh:
1. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan dengan pola asuh dalam keluarga di kalangan remaja.
2. Ada hubungan positif antara motivasi belajar dan prestasi studi di kalangan mahasiswa.
Contoh pertama menghubungkan dua variabel yang sama-sama diukur pada skala nominal, sedangkan contoh kedua menghubungkan dua variabel di mana variabel yang satu diukur pada skala interval dan yang satunya pada skala ordinal.

Salah satu variabel pada hipotesis dengan bivariate analysis itu berfungsi sebagai variabel yang dijelaskan atau variabel tidak bebas, dan yang satunya berfungsi sebagai variabel yang menerangkan atau variabel bebas. Satu variabel dapat dijelaskan oleh seperangkat variabel bebas secara bivariate. Misalkan variabel y dapat diterangkan oleh variabel x1, tetapi juga dapat diterangkan oleh xterlepas dari x1 dan x2. Ketiga variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas (y) itu terdiri atas 3 hipotesis, yaitu:
Hipotesis 1: Ada hubungan antara x1 dan y.
Hipotesis 2: Ada hubungan antara x2 dan y.
Hipotesis 3: Ada hubungan antara x3 dan y.

Hipotesis dengan analisis bivariate didasarkan pada asumsi cateris paribus, yaitu asumsi bahwa tidak ada faktor lain yang mempengaruhi y kecuali variabel yang bersangkutan. Karena itu tidak dilihat hubungan di antara x1-x2-x3. Kalau ketiga variabel itu secara bersama-sama dilihat sebagai variabel-variabel yang menjelaskan y, maka hipotesis itu mencakup lebih dari dua variabel dan akan diuji melalui multivariate analysis. Hubungan itu secara matematis dapat ditulis y = F (x1,x2,x3). Pola hubungan itu berbeda-beda.

H. Model Relasi
Hubungan variabel dengan variable dalam suatu hipotesis mempunyai model yang berbeda-beda. Hubungan di sini diartikan sebagai relasi, yaitu himpunan dengan elemen yang terdiri dari pasangan urut. Hubungan yang demikian dibentuk dari dua himpunan yang berbeda.
Hubungan variabel-variabel pada hipotesis dapat digolongkan dalam 3 model, yaitu:

1. Model Kontingensi
Hubungan dengan model kontingensi dinyatakan dalam bentuk tabel silang. Misalnya hubungan di antara variabel “agama” dan variabel “partai politik” pada pemilu 1997. Kita ingin mengetahui hubungan antara agama dan politik pada 500 orang memilih pada tahun 1997 di daerah tertentu.
Variabel “partai politik” dengan ketiga kategorinya adalah variabel nominal, dan variabel “agama” dengan kelima kategorinya juga nominal. Dengan menyilangkan kedua variabel, maka didapat 3×5 = 15 kontingen dalam hubungan itu. Isi masing-masing kontingen dapat juga dibuat dalam bentuk persentase atau proporsi. Model kontingensi ini mempunyai bentuk umum: b x k (baris x kolom). Tabel 3×2 misalnya adalah tabel yang terdiri atas 3 baris dan 2 kolom.

2. Model Asosiatif
Model ini terdapat di antara dua variabel yang sama-sama ordinal, atau sama-sama interval, atau sama-sama ratio, atau salah satu adalah ordinal atau interval. Variabel-variabel itu mempunyai pola monoton linier. Artinya, perubahan dari variabel yang bersangkutan bergerak naik terus tanpa turun kembali, atau sebaliknya turun terus tanpa naik kembali.
Hubungan kedua variabel tersebut disebut juga hubungan kovariasional, artinya berubah bersama. Jika variabel x berubah menjadi makin naik, maka variabel y juga berubah makin naik atau makin turun. Jika kedua variabel berubah kea rah yang sama, maka hubungan itu disebut hubungan positif. Keduanya bisa sama-sama naik, artinya jika x naik, bersamaan denagn itu y juga naik; atau keduanya sama-sama turun, jika x turun, y juga turun. Hubungan itu dikatakan negatif jika kedua variabel berubah pada arah yang berlawanan. Jika x naik, y turun; atau sebaliknya, jika x turun, y naik.
Hubungan asosiatif atau kovariasional atau hubungan korelasi bukanlah hubungan sebab akibat, tetapi hanya menunnjukkan bahwa keduanya sama-sama berubah. Misalnya hubungan antara “kodok ngorek” dan “hujan turun”. Kalau hujan turun kodok ngorek. Tetapi, bukan turunnya hujan yang menyebabkan hujan turun. Kedua variabel itu hanya terjadi bersamaan.

3. Model Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan antara suatu variabel yang berfungsi di dalam variabel lain. Misalnya hubungan antara “obat” dan “penyakit”. Obat dikatakan fungsional jika ia bisa menyembuhkan penyakit. Berbeda dengan hubungan asosiatif di mana kedua variabel berdampingan satu dengan yang lain, pada hubungan fungsional variabel yang satu (independent) berfungsi di dalam variabel yang lain (dependent), sehingga variabel dependent itu mengalami perubahan. Misalnya hubungan antara produktivitas kerja dan usia. Variabel usia mempunyai pola monoton linier, tetapi tidak demikian halnya dengan produktivitas kerja. Katakanlah sampai usia 40 tahun, produktivitas kerja itu naik,
tetapi sesudah 40 tahun mulai menurun.
Hubungan fungsional adalah hubungan korelasional, tetapi hubungan kolerasional belum tentu hubungan fungsional. Jika hubungan korelasi itu cukup tinggi (erat), maka dapat diduga bahwa ada hubungan fungsional di antara kedua variabel.

J.      Kesalahan Dalam Perumusan hipotesis Dan Pengujian Hipotesis
Dalam perumusan hipotesis dapat saja terjadi kesalahan. Macam kesalahan dalam perumusan hipotesis ada dua macam yaitu:

a. Menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima, maka disebut kesalahan alpha dan diberi simbol a atau dikenal dengan taraf signifikansi pengukuran.
b. Menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak, maka disebut kesalahan beta dan diberi simbol b.

Pada umumnya penelitian di bidang pendidikan digunakan taraf signifikansi 0.05 atau 0.01, sedangkan untuk penelitian kedokteran dan farmasi yang resikonya berkaitan dengan nyawa manusia, diambil taraf signifikansi 0.005 atau 0.001 bahkan mungkin 0.0001. Misalnya saja ditentukan taraf signifikansi 5% maka apabila kesimpulan yang diperoleh diterapkan pada populasi 100 orang, maka akan tepat untuk 95 orang dan 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.
Cara pengujian hipotesis didekati dengan penggunaan kurva normal. Penentuan harga untuk uji hipotesis dapat berasal dari Z-score ataupun T-score. Apabila harga Z-score atau T-score terletak di daerah penerimaan Ho, maka Ha yang dirumuskan tidak diterima dan sebaliknya.

http://dinulislamjamilah.wordpress.com/2010/03/17/hipotesis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar