Halaman

Kamis, 10 Mei 2012

Stevens-Johnson Syndrome

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
PATOFISIOLOGI
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

GEJALA KLINIK/Symptom
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di :
  • Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
  • Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
  • Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

DIAGNOSA
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.

PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :
  • Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
  • Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
  • Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
  • Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
  • Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
  • Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
  • Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
  • Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Darmstadt GL, Sidbury L. Vesicobullous disorders. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 2181-4.
  2. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.
  3. Gruchalla R. : Understanding drug allergies. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 : S637-44.
  4. Reilly TP, Lash LH, Doll MA. A role for bioactivation and covalent binding within epidermal keratinocytes in sulfonamide-induced cutaneous drug reactions. J Invest Dermatol 2000; 114 : 1164–73.
  5. Yawalkar N, Egli F, Hari Y. Infiltration of cytotoxic T cells in drug-induced cutaneous eruptions. Clin Exp Allergy 2000; 30 : 847-55.
  6. Yawalkar N, Shrikhande M, Hari Y. Evidence for a role for IL-5 and eotaxin in activating and recruiting eosinophils in drug-induced cutaneous eruptions. J Allergy Clin Immunol 2000; 106 : 1171-76. 

    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.LATAR BELAKANG
    Steven johnson merupakan syndrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital. Prediksi : nulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus dll.
    Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, melaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
    Syndrom steven johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan S.C johnson, 1992 syndrom steven johnson yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
    Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom steven johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkakdan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan padamulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan simtem imom seperti HIV dan AIDS serta lapus angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
    Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus syndrom steven johnson karena syndrom steven johnson sangat berabahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Syndrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab syndrom steven johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit steven johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
    ( Support, Edisi November 2008 )
     
    B.TUJUAN
    1.Tujuan Umum
    Untuk memberikan pengalaman nyata tentang Asuhan Keperawatan dengan Kasus Syndrom Steven Johnson
    2.Tujuan Khusus
    Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Syndrom Steven Johnson '', ini disusun supaya :
    a.Perawat dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaa, serta komplikasi dari syndrom steven johnson.
    b.Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan syndrom steven johnson.
    c.Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang syndrom steven johnson pada klien.BAB 

    II
    TINJAUAN TEORI

    A.Konsep Dasar
    1.Pengertian
    a.Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.
    ( Djuanda, 1993 : 107 )
    b.Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis
    ( Junadi, 1982 : 480 )
    c.Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan omom bervariasi dan baik sampai buruk.
    ( Mansjoer, A, 2000 : 136 )
    d.Jadi syndrom steven johnson adalah suatu syndrom berupa kelainan kulit pada selaput lendir oritisium mata genital.


    2.Etiologi
    Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, adalah :
    a.Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).
    Penisilline dan semisintetiknya
    Sterptomecine
    sulfonamida
    Tetrasiklin
    Anti piretik / analgetik ( dentat, salisil / perazolon, metamizol, metampiron, dan paracetamol ).
    Kloepromazin
    Karbamazepin
    Kirin antipirin
    Tegretol
    b.Inspeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, dan parasit ).
    c.Neoplasma dan faktor endoktrin.
    d.Faktor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar x ).
    e.Makanan.



    3.Manifestasi Klinis
    Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
    Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa :

    a.Kelainan kulit.
    Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bulakemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
    b.Kelainan selaput lendir
    Kelaianan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut ( 100 % ) kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol ( 50 % ), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ( masing-masing 8 % dan 4 % ).
    c.Kelainan mata.
    Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen, peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan onikolisis
    ( http://informasikesehatan40.blogspot.com )
    4.Patofisiologi
    Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komlemen.
    Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
    Reaksi hipersensitif tipe III
    Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.
    Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
    Reaksi hipersensitif tipe IV
    Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

    5.Pathway
    .........................

    6.Komplikasi
    Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syoek pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.
    ( http://www.google.co.id )
    7.Pemeriksaan Penunjang
    Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan diagnosis.
    a.CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri.
    b.Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.
    Tes lainya :
    Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma
    Adanya mikrosis sel epidermis
    Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
    ( http://www.tanyadokter.com )


    8.Penatalaksanaan
    Kortikosteroid
    Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh sukup diobati dengan preanisone 30 – 40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.
    Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan intravena dengan dosis permulaan 4 – 6 x 5 mg sehari.
    Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasienstevenjohnson berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table kortikosteroid, misalnya prendnisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
    Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit ( K, Na dan CI ) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg / hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein / anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk devasa ( dosis untuk anak tergantung berat badan ).
    Antibiotik.
    Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat menyebabkan kematian, dapat di beri antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
    Infus dan Transfusi darah
    Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukaratau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2 – 3 ahri, maka daapt diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
    Tropikal
    Terapi tropikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfa diarine perak.
    ( http://www.tanyadokter.com ).

    B.ASUHAN KEPERAWATAN
    1.Fokus Pengkajian
    a.Anamnesa riwayat pengobatan pasien
    b.Gambaran klinik
    c.Histopatologi
    d.Riwayat kesehatan : riwayat laregi, reaksi alergi terhadap makanan, obat serta zat kimia, masalah kulit sebelumnya dan riwayat kanker kulit.
    e.Pemeriksaan kulit infeksi dan
    I : Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, faktor
    P : Turgor kulit, adema
    ( Brunner and Suddarth, 2001 )
    2.Data Fokus
    DS : Gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandanganya kabur, aktivitas menurun.
    DO : Kemerah-merahan, memegangi tenggorokan, gelisah untuk melihat, tampak lemas dalam aktivitas.
    3.Prioritas Diagnosa
    a.Gangguan integritas kulit berdasarkan dengan informasi dermal dan epidermal.
    b.Gangguan nutrisi < kebutuhan tubuh berdasarkan dengan kesulitan menelan.
    c.Gangguan persepsi sensori, kurang penglihatan berdasarkan dengan konjungtivitis.
    d.Gangguan intoleransi aktivitas berdasarkan dengan kelemahan fisik
    4.Perencanaan Keperawatan
    DX 1 : Gangguan integritas kulit berdasakan dengan inflamasi dermal dan epidermal
    a.Tujuan : Diharapkan inflamasi dermal dan epidermal berkurang
    Kriteria hasil :
    Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
    b.Intervensi
    Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
    Kolaborasi dengan tim medis
    c.Rasional
    Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
    Untuk mencegah infeksi lebih lanjut

    DX 2 : Gangguan nutrisi < kebutuhan tubuh berdasarkan denagn kesulitan menelan
    a.Tujuan : Nafsu makan meningkat
    Kriteria hasil
    Menunjukkan berat badan stabil / peningkatan berat badan
    b.Intervensi :
    Berikan makanan sedikit tapi sering
    Kolaborasi dengan tim gizi
    Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
    c.Rasional :
    Membantu mencegah distensi gaster / ketidaknyamanan
    Kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
    Meningkatkan nafsu makan.

    DX 3 : Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan berdasarkan dengan konjungtivitis
    a.Tujuan : Pasien dapat melihat dengan jelas
    Kriteria hasil :
    Kooperatif dalam tindakan
    Menyadari hilangnya penglihatan secara permanen
    b.Intervensi :
    Kaji dan catat ketajaman penglihatan
    Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan penglihatan
    Orientasikan terhadap lingkungan
    c.Rasional
    Menentukan kemampuan visual
    Mengurangi ketergantungan
    Berikan bahan-bahan bacaan dan tulisan yang besar

    DX 4 : Gangguan intoleransi aktivitas berdasakan dengan kelemahan fisik
    a.Tujuan : Aktivitas mulai normal
    Kriteria hasil :
    Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
    b.Intervensi :
    Kaji respon individu terhadap aktivitas
    Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas
    c.Rasional
    Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
    Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
    ( … )




    BAB III
    PENUTUP

    A.KESIMPULAN
    Syndrom steven johnson merupakan syndrom yang mengenai julit, selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa entema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.
    Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat ( misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik ). Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, parasit ). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.
    Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan kulit yang terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea.
    B.SARAN
    1.Bagi Rusah Sakit
    a.Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien
    b.Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan
    2.Bagi sesama profesi / perawat
    a.Perawat selalu melakukan pengawasan 1 x 24 jam pada klien
    b.Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien
    3.Bagi keluarga / klien
    a.Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien
    b.Keluarga hasur memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar kesehatan klien cepat membaik

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar