Halaman

Rabu, 02 Mei 2012

Faktor Penyembuhan Luka


 
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil penyembuhan yang dicapai sangat tergantung dari berbagai faktor.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka antara lain adalah:
  1. Kebersihan Luka
    Adanya benda asing, kotoran atau jaringan nekrotik (jaringan mati) pada luka dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga luka harus dibersihkan atau dicuci dengan air bersih atau NaCl 0,9% dan jaringan nekrotik pada luka dihilangkan dengan tindakan yang disebut debrideman (debridement).
  2. Infeksi
    Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh. Tubuh selain harus bekerja dalam menyembuhkan luka, juga harus bekerja dalam melawan infeksi yang ada, sehingga fase inflamasi akan berlangsung lebih lama. Infeksi tidak hanya menghambat penyembuhan luka tetapi dapat menambah ukuran luka (besar dan/atau dalamnya luka). Luka yang sembuh juga tidak sebaik jika luka tanpa infeksi.|
  3. Usia
    Semakin lanjut usia, luka akan semakin lama sembuh karena respon sel dalam proses penyembuhan luka akan lebih lambat.
  4. Gangguan Suplai Nutrisi dan Oksigen pada Luka
    Gangguan suplai nutrisi dan oksigen (misal akibat gangguan aliran darah atau kekurangan volume darah) dapat menghambat penyembuhan luka.
  5. Status Gizi
    Gizi buruk akan memperlambat penyembuhan luka karena kekurangan vitamin, mineral, protein dan zat-zat lain yang diperlukan dalam proses penyembuhan luka.
  6. Penyakit yang mendasari
    Luka pada penderita diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol biasanya akan sulit sembuh atau bahkan dapat memburuk.
  7. Merokok
    Suatu studi menunjukkan bahwa asap rokok memperlambat penyembuhan karena asap rokok akan merusak fibroblas yang penting dalam proses penyembuhan luka.
  8. Stres
    Stres yang berlangsung lama juga akan menghambat penyembuhan luka.
  9. Obat-obatan
    Penggunaan steroid atau imunosupresan jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Referensi:
  1. Wound Care guide. www.mckinley.uiuc.edu/Handouts/pdfs/wound_care.pdf.
  2. Treatment of Wounds. http://www.accessmedicine.com/popup.aspx? aID = 816774&print=yes.
A. Pengertian 
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka  adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain  (Kozier, 1995). 
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
  1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 
  2. Respon stres simpatis 
  3. Perdarahan dan pembekuan darah 
  4. Kontaminasi bakteri 
  5. Kematian sel 
B. Jenis-Jenis Luka 
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara  mendapatkan luka itu dan  menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997). 
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi  
  • Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi  proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,  genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang  tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).  Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. 
  • Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka  pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. 
  • Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka  akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
  • Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. 

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka  
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi  pada lapisan epidermis kulit. 
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan  epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda  klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. 
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi  kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi  tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya  sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis  sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. 
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan  tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar Derajat luka bakar : 
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka  
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. 
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
C. Mekanisme terjadinya luka : 
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal  yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura  seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi) 
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. 
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang  biasanya dengan benda yang tidak tajam. 
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. 
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau  oleh kawat. 
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya  lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio) 




D. Penyembuhan Luka 
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan  dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing  dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan  jaringan (Taylor, 1997). 

1. Prinsip Penyembuhan Luka 
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
  1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
  2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
  3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
  4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
  5. Keutuhan kulit dan mukosa ,membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme
  6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri. 
2. Fase Penyembuhan Luka 
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti  yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995). 
Menurut Kozier, 1995 
a. Fase Inflamatori 
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama  terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan 
bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh  dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan  nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka  tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan  sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses 
penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan 
b. Fase Proliferatif 
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang  memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah. 
c. Fase Maturasi 
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
*proses penyembuhan Luka

Menurut Taylor (1997): 
a. Fase Inflamatory 
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi. 
b. Fase Proliferative 
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah, 
kemerahan dan mudah berdarah. 
c. Fase Maturasi 
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi 
rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998): 
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh  bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan  eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak  dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi 
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak. 
c. Tahap Maturasi 
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat. 

E. Faktor yang Mempengaruhi Luka 

  1. Usia  : Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. 
  2. Nutrisi : Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A,  dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat. 
  3. Infeksi : Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
  4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi : Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama  untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 
  5. Hematoma : Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka. 
  6. Benda asing  : Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses  ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). 
  7. Iskemia Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
  8. Diabetes  : Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. 
  9. Keadaan Luka : Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu. 
  10. Obat  : Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin),  heparin dan anti neoplasmik  mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. 
  • Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
  • Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan 
  • Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. 
F. Komplikasi Penyembuhan Luka 
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi. 
1. Infeksi 
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. 
2. Perdarahan 
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan. 
3. Dehiscence dan Eviscerasi 
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera  dilakukan perbaikan pada daerah luka. 

G. Perkembangan Perawatan Luka 
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka  yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998). Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya  menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000)
Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998). Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium 
klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996) Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit  menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi : 
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka. 
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau  beberapa jam setelah pembedahan ditutup. 
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari. 
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil. 
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak. 
6. Pembentukan bekas luka. 
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. 
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas 
luka menunjukkan pembentukan kelloid. 

H. Tujuan Perawatan Luka 
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka 
2. Absorbsi drainase 
3. Menekan dan imobilisasi luka 
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis 
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri 
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing 
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka 
1. Sodium Klorida 0,9 % 
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah (http://rpromise.com/woundcare/) 
2. Larutan povodine-iodine. 
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan  spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan  ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine 
dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999). 

MERAWAT LUKA 

A. Pengertian 
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit  

B. Tujuan 
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa 
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan 
3. Mempercepat penyembuhan 
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris 
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat 
6. Mencegah perdarahan 
7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain. 

C. Persiapan alat 
1. Set steril yang terdiri atas : 
a. Pembungkus 
b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka 
c. Tempat untuk larutan 
d. Larutan anti septic 
e. 2 pasang pinset 
f. Gaas untuk menutup luka. 
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf 
3. Gunting 
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama 
5. Plester atau alat pengaman balutan 
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien 
7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester Luka dan Perawatannya 

D. Cara kerja 
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien. 
2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil 
3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar 
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah  luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu. 
5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur. 
6. Angkat plester atau pembalut. 
7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu. 
8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika  balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien. 
9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10. Buka set steril  
11. Tempatkan pembungkus steril di samping luka 
12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain. 
13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka. 
14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril. 
15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau  arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. 
Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain : 
a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi 
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar. 
16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril. 
18. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut 
19. Amnkan balutan dengan plester atau pembalut 
20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan. 
21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik. 
22. Cuci tangan 
23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung  jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien. 

Membersihkan Daerah Drain 
Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi  dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.  

Daftar Pustaka 

  1. Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 1992.
  2. Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993. 
  3. Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.
  4. Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor, Bina rupa Aksara, Jakarta 1991. 
  5. Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah, Hipokrates Jakarta, 1992. 
  6. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S,  Pedoman Tindakan Medik dan Bedah, EGC Jakarta 2000. 
  7. Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta, 1995.
  8.  Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP Surabaya, 1987. 
Zachary CB, Basic Cutaneous Surgery, A Primer in Technique, Churchill Livingstone, London GB, 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar